Tugas seorang pemimpin adalah membuat kita melakukan yang tidak dengan suka-rela kita kerjakan, agar kita mencapai yang kita butuhkan.
Kita membutuhkan kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecemerlangan hidup.
Tetapi, karena banyak dari kita yang cenderung menunda yang seharusnya didahulukan, tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, dan sering bersikap tidak tegas mengenai yang seharusnya diabaikan, kita justru bekerja keras menjauhkan diri kita sendiri dari kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecemerlangan hidup.
Nah!
Di situlah dimulai kebutuhan kita untuk dipimpin.
Kita membutuhkan pribadi pemimpin, yang jernih pikirannya dan yang bening hatinya, agar kita bisa ikhlas memperbaiki diri, karena pikatan dari keindahan kebaikan yang berpendar dari keberserahan sang pemimpin kepada yang benar,
yang utuh kejujurannya dan kuat kesetiaannya kepada pemastian kejujuran pada dirinya dan kepada semua yang berada dalam kepemimpinannya,
yang jelas mengenai yang benar, sehingga dia bisa bersikap tegas,
yang ikhlas menomor-akhirkan kepentingannya sendiri, agar dia bersegera dalam bertindak bagi kebaikan banyak orang,
yang bersaudara dan berkerabat hanya dengan jiwa-jiwa yang baik, agar dia tidak berhutang keburukan,
yang dengannya, dia bersih dari keharusan untuk membayar hutang keburukannya, agar dia bisa berlaku adil,
yang lurus jalan moralnya agar dia mudah berlaku benar, karena tidak ada pemimpin yang cacat kebenarannya, yang akan mampu memimpinkan kebenaran.
Dan,
Jika seorang pemimpin telah mencacati kebenaran yang ada dalam dirinya, hanya waktu yang memisahkan antara saat dia mulai tidak menghormati dirinya sendiri, dengan saat hilangnya hormat dari mereka yang terkecil di antara yang dipimpinnya.
Seorang pemimpin yang berlaku tidak jujur, tidak perlu melakukan penistaan kepercayaan itu di tempat dan pergaulan yang rahasia, karena Tuhan akan mengumumkan penistaan derajatnya sendiri itu dengan seluas-luasnya keterbukaan.
Dan jika Tuhan menurunkan derajat seseorang, tidak ada siasat dan muslihat yang akan menyelamatkannya.
Seperti juga dulu, saat Tuhan berkehendak meninggikan derajatnya karena permintaannya sendiri itu, tidak ada cara dan bencana yang bisa menghalangi pemuliaannya.
Maka, pertanyaan yang pasti akan ditanyakan oleh Tuhan kepada kita yang diberi amanat tetapi yang tidak berlaku amanah, adalah:
Apakah engkau tidak berpikir?
Mengapakah engkau tidak memantaskan kebesaran yang disematkan oleh Tuhan di dada mu itu, dengan kesucian dari pilihan-pilihan hatimu?
Apakah ketakutanmu akan kurangnya kekuasaanmu, yang menyemangatimu untuk mensahabati keburukan?
Apakah ada keburukan yang dapat melestarikan kebaikan yang diberkatkan kepadamu oleh Tuhan?
Mengapakah engkau kosongkan kepalamu dari kebenaran, dan kau hampakan hatimu dari kesucian?
Apakah engkau tidak belajar dari lapuknya kemegahan kerajaan dan kekaisaran masa lalu, bahwa engkau tidak akan mungkin berhasil membangun yang benar di atas yang salah?
Sana…
Temukanlah sebilah cermin yang jujur, dan dengarkan apa nasehatnya.
Lihatlah dirimu sendiri dengan hati yang lebih ikhlas kepada kebaikan, dan engkau akan segera melihat bahwa sinar kemegahan Tuhan yang dulu berpendar dari balik wajahmu, sekarang sudah pulang kembali kepada Tuhan Yang Diseru Seluruh Alam, karena ia jengah bergaul dengan kulit wajahmu yang kau tata untuk menyembunyikan rahasia-rahasia pergaulanmu.
Sekarang, singkirkanlah kesombongan yang kau agungkan selama ini, yang kau gunakan sebagai pemberi ijin bagi keputusan-keputusan burukmu dan dengarkanlah ini dengan kepatuhan yang pantas bagi ketakutanmu yang akut hari ini,
Bahwa,
Jika engkau terjatuh kedalam lubang, janganlah engkau menggali.
Jika engkau mengeluhkan dalamnya lubang di mana engkau sekarang berada, berhentilah menggali.
Dan, janganlah engkau berlaku seperti orang yang telah dipasang dinding di depan wajahmu.
Maka,
Berserahlah dengan sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Pemaaf dan Maha Penyayang.
Berlakulah benar. Berlakulah benar. Berlakulah benar.
Akan datang keajaiban yang menyelamatkanmu, jika engkau benar.
Engkau, dari semua orang [engkau yang paling tahu], bahwa keajaiban juga yang telah memuliakanmu.
Dan bukankah keajaiban juga yang meruntuhkan semua rakitan tampilan palsu mu, yang menjadikanmu tampil sebagai orang yang tidak pantas berlaku ketakutan, tetapi yang sedang sangat ketakutan itu?
Jika masih ada sedikit kekuatan pada otot-otot bibirmu untuk menyebut nama Tuhan, maka sesuaikanlah sikap, pikiran, dan tindakanmu dengan yang diharapkan oleh Tuhan.
Berlakulah benar. Berlakulah benar. Berlakulah benar.
Sahabat saya yang super,
Rezeki adalah urusan pribadi kita dengan Tuhan.
Tidak ada siapa pun dan apa pun yang bisa menghalangi Tuhan, jika Beliau berkehendak untuk menyejahterakan, membahagiakan, dan mencemerlangkan kita.
Maka, janganlah kita melihat ke arah orang lain, saat rezeki kita sedang terhalangi.
Marilah kita hadapkan wajah haru kita kepada Tuhan.
Memintalah dengan seluruh ketulusan untuk menyerahkan kepemimpinan hidup Anda kepada Tuhan, dan hanya kepada Tuhan.
Tuhanlah satu-satunya penyejahtera.
Dialah sebaik-baiknya pemelihara.
Maka,
Marilah kita hidup sepenuhnya ikhlas dalam kebaikan.
Hanya pribadi baik yang berbakat bagi kebaikan.
Mudah-mudahan Tuhan menjadikan hari ini sebagai saat lebih terbuka-nya pintu kekayaan langit bagi pemuliaan kehidupan Anda dan keluarga tercinta.