Ada sedikitnya tiga hal yang dapat membuat kaum pria meneteskan air mata, yaitu: cinta, dosa, dan wanita.
(Dito Anurogo)
Cowok kok nangis? Malu, dong… Ah siapa bilang? Sst… kalau kamu mau tahu apa saja yang bisa membuat lelaki itu menangis, bersedih hati, terluka, atau kecewa, bacalah artikel ini sampai selesai.
– ** 00 ** –
Nah… inilah 123 hal yang membuat pria meneteskan air mata, atau setidaknya membuat hatinya tersayat, teriris, terluka-pedih….
Sosok pria sebagai seorang ayah, ia akan menangis, berduka, terluka, sedih, atau kecewa jika:
Ada pria lain, selain dirinya, di hati istri yang amat dicintainya.
Ia ditinggalkan sendirian oleh anak dan istrinya.
Ia tidak pernah dianggap ada oleh keluarganya.
Kedatangannya disambut dengan omelan, berbagai macam pertanyaan penuh kecurigaan, atau muka masam dari istri dan/atau anak-anaknya. Sepantasnya seorang istri menyambut suami dengan sapaan nan lembut, senyuman yang mesra, dengan pakaian yang memesona.
Istrinya diketahui selingkuh atau “ada main” dengan pria lain.
Ia tidak mampu memberikan uang jajan untuk putra/i yang dicintainya.
Ia tidak mampu memberikan atau membelikan yang terbaik untuk istri dan anak-anaknya.
Ia masih tergantung dengan orang tuanya, terutama dalam segi materi.
Ia teringat dengan masa lalunya yang begitu menyenangkan, dan sekarang ia merasa begitu menderita.
Jika masa lalunya begitu kelabu, ia akan menyesalinya mengapa ia seperti itu, sehingga… kini ia berjanji untuk bertaubat agar lembaran kehidupan menjadi putih berseri.
Ia dimasukkan oleh anak-anaknya ke panti jompo setelah ia tidak lagi mampu berbuat apa-apa.
Ia dibantah anak-anaknya dengan cara yang begitu kasar.
Anak-anaknya yang dibesarkan dengan penuh kasih sayang membencinya ketika mereka (beranjak) dewasa.
Anak-anaknya menjadi pembangkang, nakal, bandel, sulit diatur. Intinya adalah anak-anaknya menjadi orang yang kurang/tidak cerdas baik dari segi IQ (intelektual), EQ (emosional), SQ (spiritual), maupun AQ (adversity quotient).
Anak-anaknya hanya mau hartanya saat ia ada, bahkan sampai berebut warisannya setelah ia tiada.
Sosok pria sebagai seorang anak, balita, anak kecil, atau remaja ia akan menangis, bersedih, terluka, berduka, atau kecewa jika:
Kehadirannya di dunia ini ternyata tidak dikehendaki oleh orang tuanya.
Ia dikatakan sebagai anak haram, anak durhaka, anak yang tak tahu balas budi, anak kurang ajar, anak yang tak tahu berterimakasih, dan sebutan lainnya yang tak pantas.
Ia tidak dibelikan mainan atau sesuatu yang diinginkannya.
Ia merasa haus.
Ia merasa lapar.
Ia merasa atau melihat orang tuanya tidak harmonis, sering cekcok, sering bertengkar.
Ia dijauhkan dari sesuatu (baik barang, benda, mainan, maupun eseorang) yang disukai atau dicintainya.
Ia merasa kemauan/keinginannya tidak dipenuhi oleh orang tuanya.
Ia dimarahi, terutama hanya gara-gara masalah kecil/sepele.
Ia dibentak-bentak.
Ia terlalu dibatasi dan dikekang.
Ia dilarang bergaul dengan lawan jenis, hanya karena alasan takut dengan pergaulan bebas. Solusinya: orang tua memberitahu cara-cara bergaul yang agamis dan dinamis.
Ia dilarang melakukan sesuatu dengan alasan kasihan atau sayang. Sering kita mendengar orang tua berkata, “Melarang itu berarti tanda sayang.” Tidak dalam semua hal ungkapan ini benar.
Ia tahu orang tuanya terlilit hutang, atau ada masalah yang tak mudah untuk dipecahkan.
Ia tahu orang tuanya terlibat dalam masalah kriminal.
Ia dipaksa menikah, atau dijodohkan orang tuanya dengan seorang gadis yang tidak dicintainya, atau dijodohkan dengan seorang wanita demi memenuhi ambisi, keinginan, kemauan orang tuanya, misalnya: mempertahankan kerajaan bisnis keluarga, demi reputasi-popularitas, demi kekayaan dan kejayaan, dsb.
Sosok pria sebagai seorang kekasih, ia akan menangis, atau setidaknya terluka, kecewa, bersedih hati, jika:
Ia tidak bisa membahagiakan wanita yang dikasihinya.
Kehadirannya sama seperti ketiadaannya.
Ia tidak bisa membuat wanita yang disayanginya tersenyum bahagia dan wajahnya berbinar ceria.
Wanita yang dicintainya (ternyata) tidak mencintainya dengan sepenuh hati, atau hanya mencintainya dengan separuh hati.
Kekasihnya berpaling ke lain hati, mencari kehangatan lelaki lain, mencari pelukan lelaki lain.
Wanita yang dipujanya (diam-diam) mengagumi, memuji-muji, memuja kelebihan cowok lain, terlebih di depan matanya sendiri, lalu memandang rendah dirinya.
Wanita idaman hatinya hanya mencintai hanya saat memerlukannya, jika tidak sedang butuh… wanita itu berpaling ke pria lain.
Ia melihat wanita yang dikasihinya sedang bermesraan, bergandengan tangan, berciuman, dan/atau berselingkuh dengan pria lain.
Ia dibanding-bandingkan dengan pria lain, terutama dalam masalah status, pekerjaan, dan… uang (harta).
Ia merasa dikhianati oleh wanita yang begitu dikaguminya dikasihinya, disayanginya, dan dicintainya.
Ia ditinggalkan, dicampakkan, ditelantarkan, atau ditinggal pergi begitu saja, diputuskan secara sepihak oleh wanita yang amat dicintainya.
Ia (merasa) dicintai oleh wanita yang salah, pada saat yang salah (di waktu yang tidak tepat), dan di tempat yang salah.
Ia setia, namun kekasihnya tak setia.
Cinta wanita kepadanya dihiasi dengan kepalsuan. Maksudnya, wanita itu mencintainya karena ia memiliki harta, kedudukan, popularitas. Singkatnya, wanita itu mau dan mencintai karena sang Pria “memiliki dunia”. Setelah semuanya tiada, pria itu ditinggalkan begitu saja.
Cinta wanita kepadanya dibingkai dengan kehampaan. Maksudnya, wanita itu hanya berpura-pura saja mencintainya, atau menjadikan dirinya semata hanya sebagai pelampiasan, pelarian, pelabuhan sementara. Ungkapan “Dalam dunia percintaan, kepura-puraan adalah hal yang amat menyakitkan!” terasa kebenarannya.
Ia terlalu dikekang atau diatur oleh kekasihnya.
Ia harus selalu menuruti atau membenarkan semua kemauan, keinginan, saran, nasihat, pendapat dari wanita yang amat dicintainya.
Wanita yang disayanginya berubah menjadi baik hanya jika “ada maunya”.
Ia melihat wanita yang amat dicintainya sedang menangis atau bersedih hati.
Ia tidak bisa membantu wanita yang dikasihinya saat wanita tersebut benar-benar memerlukan pertolongannya.
Sosok pria sebagai seorang pengajar, guru, dosen, atau tutor, ia akan menangis atau bersedih hati jika:
Ia tidak bisa membuat muridnya memahami atau mengerti apa yang diajarkannya.
Ia menyaksikan muridnya gagal dalam ujian, tidak lulus dalam mata pelajaran/kuliah yang diberikannya. Kesedihan ini akan terasa begitu mendalam jika murid-muridnya gagal di dalam menghadapi “ujian Kehidupan”.
Ia melihat muridnya gagal dalam hidup dan kehidupannya.
Ia tidak bisa membuat muridnya lebih baik dari dirinya.
Ia tidak bisa membuat muridnya lebih pandai dari dirinya.
Ia tidak bisa membuat muridnya lemah lembut dalam bertutur kata, dewasa dalam bersikap, arif dalam memilih, dan bijaksana dalam memutuskan.
Ia melihat atau mendengar muridnya terlibat di dalam dunia hitam, seperti: kasus asusila, narkoba, kriminal, dsb.
Ia melihat muridnya menjadi sosok yang dijauhi masyarakat, seperti: koruptor (berdasi), pengusaha yang curang, buronan, pelacur, dsb.
Apa yang diajarkannya hanya dihafalkan sebatas teori dan tidak diaplikasikan di dalam kehidupan nyata.
Apa yang diajarkannya disalahgunakan, atau dengan kata lain, ilmu yang diajarkannya digunakan untuk kejahatan.
Sosok pria sebagai seorang pelajar/mahasiswa ia akan menangis, kecewa, dan/atau bersedih hati jika:
Ia dipaksa masuk ke jurusan yang sebenarnya kurang/tidak disukainya. Contoh kasus: orang tuanya ingin agar ia jadi dokter, sehingga ia dimasukkan ke fakultas kedokteran. Padahal sebenarnya ia ingin menjadi pebisnis yang hebat.
Ia tidak lulus ujian.
Ia gagal diterima di sekolah pilihannya.
Ia dikatakan atau dianggap bodoh oleh guru/dosen atau teman-temannya.
Ia tidak diterima di dalam pergaulan dengan teman sebayanya.
Ia dilarang tahu banyak hal oleh guru/dosennya, atau dikatakan belum saatnya kamu tahu tentang hal ini, padahal sebenarnya ia ingin menjadi ahli dalam hal itu.
Ia seorang pelajar/mahasiswa yang berprestasi dan berbakat, namun kurang/tidak didukung oleh sarana-prasarana dan fasilitas yang memadai.
Pemikiran atau pendapatnya (yang telah sesuai dengan berbagai literatur terbaru dan terpercaya) disalahkan, tidak diterima, diacuhkan begitu saja hanya gara-gara ia belum senior, masih belum bergelar, dsb.
Karya tulisnya diplagiat (dijiplak, ditiru seluruhnya, di-copy paste) oleh orang lain.
Ia dianggap orang yang aneh dan unik hanya gara-gara perilakunya, perkataanya, pemikirannya, pendapatnya aneh dan unik juga.
Sosok pria sebagai seorang pemuka/tokoh agama ia akan menangis, kecewa, dan/atau bersedih hati jika:
Dirinya sendiri ternyata jauh dari Allah, atau belum sepenuhnya menjalankan perintah agama yang dianutnya.
Putra/putrinya sulit diatur, sukar dinasihati, tidak bersikap sesuai ajaran agama.
Ia melihat umatnya bergelimang di dalam dosa dan kemaksiatan.
Ia tidak bisa membuat jamaah/gembalanya menjadi lebih baik dan lebih tercerahkan hidupnya.
Ayat-ayat kitab suci tidak diaplikasikan di dalam kehidupan sehari-hari.
Tempat ibadah hanya sebagai simbol atau pelengkap, tidak dimakmurkan, tidak digunakan, dan tidak dimaksimalkan fungsinya.
Ibadah hanya dilakukan sebatas ritual atau seremoni rutin belaka.
Banyak orang yang melakukan kejahatan atas nama agama dan Tuhan.
Banyak orang yang saling membenci, bermusuhan, bertikai, membeda-bedakan hanya karena berbeda agama.
Agama (termasuk ayat-ayat dari kitab suci) hanya digunakan sebagai topeng, kedok, atau senjata yang memudahkan atau memuluskan jalan untuk mencari popularitas/uang, meraih jabatan, melangsungkan pernikahan, melanggengkan bisnis, dan semata demi kepentingan duniawi.
Agama dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Inilah yang mengakibatkan berkembangnya paham sekuler dan hedonisme.
Ada orang yang mengaku sebagai orang suci, utusan Tuhan, atau Nabi.
Ada orang yang menjual diri demi sesuap nasi.
Ada orang yang rela menukar keyakinan agamanya demi memperoleh kesenangan/nikmat duniawi.
Ada orang yang tidak beragama, atau tidak yakin sepenuhnya kepada (kasih sayang) Allah.
Sosok pria sebagai seorang kepala negara, pemimpin, atau pejabat (yang ideal dan berhati nurani) ia akan menangis, kecewa, bersedih hati jika:
Pornografi, pornoaksi, dan semua hal yang bersifat porno dan asusila begitu merebak serta meracuni berbagai sendi kehidupan dan merusak generasi muda di negeri ini.
KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) masih ada dan merajalela di negeri ini.
Ia tidak dapat berlaku adil kepada rakyatnya.
Biaya pendidikan mahal dan tak terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
Berbagai fasilitas, sarana dan prasarana kesehatan tidak dapat dinikmati oleh semua warga negara.
Sumber daya alam negeri ini dikuasai oleh investor asing.
Kemiskinan dan pengangguran masih melanda negeri ini.
Keputusannya membawa penderitaan atau menyengsarakan banyak orang.
Negeri ini masih saja “dijajah” atau “dikuasai” oleh bangsa asing. Bentuk-bentuk penjajahan modern dapat berupa: ekonomi, budaya, ideologi, hiburan (entertainment), teknologi, komunikasi, dsb.
Banyak kaum muda yang bermalas-malasan, tidak produktif, konsumtif, dan hanya sebagai penganut hedonisme dan korban teknologi modern.
Negeri ini menjadi sasaran teroris, sarang teroris, disebut teroris, atau menjadi korban dari terorisme global.
Sosok pria sebagai seorang sahabat sejati, ia akan menangis, bersedih hati, terluka, atau kecewa jika:
Dikhianati, terutama oleh orang-orang terdekatnya.
Dimanfaatkan oleh siapapun dalam bentuk apapun.
Tidak ada seorangpun yang menolongnya saat ia memerlukan bantuan.
Diputuskan, diasingkan, dikucilkan dari pergaulan tanpa sebab atau alasan yang jelas.
Difitnah secara keji, terutama oleh orang yang selama ini dipercayainya.
Sosok pria sebagai “musuh Tuhan”, teroris, atheis, penjahat, atau koruptor, ia akan menangis, bersedih hati, terluka, atau kecewa jika:
Banyak orang yang bertaubat dan dekat dengan Allah.
Banyak wanita yang menutupi auratnya, berjilbab, dan menjaga kesucian serta harga dirinya.
Para pejabat menjadi jujur, tidak lagi mau disuap, diberi gratification.
Birokrasi di negeri ini menjadi begitu cepat dan dipermudah.
Supremasi hukum ditegakkan, sehingga semuanya sama dihadapan hukum.
Sosok pria sebagai seorang petani, ia akan menangis, bersedih hati, terluka, atau kecewa jika:
Hasil panennya kurang menggembirakan dan tidak begitu melimpah, sehingga hasilnya tidak dapat mencukupi kebutuhan dirinya dan keluarganya.
Hama (wereng, tikus, dsb) merusak sawah ladangnya, sehingga gagal panen.
Harga pupuk mahal.
Sosok pria sebagai seorang nelayan, ia akan menangis, bersedih hati, terluka, atau kecewa jika:
Hasil tangkapannya sedikit, sehingga tidak bisa untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya.
Harga bahan bakar, terutama solar, menjadi mahal.
Gelombang laut pasang, sehingga ia tidak bisa melaut seperti biasa.
Sosok pria sebagai seorang pedagang, pengusaha, pebisnis, ia akan menangis, bersedih hati, terluka, atau kecewa jika:
Mengalami kebangkrutan yang sampai mengakibatkan dirinya harus memulai lagi dari awal atau dari nol.
Tidak ada yang menggantikan dirinya atau mewarisi usahanya.
Terjadi resesi dan krisis global, sehingga harga bahan baku menjadi tak terjangkau.
Sosok pria sebagai seorang peneliti, ilmuwan, cendekiawan, ia akan menangis, bersedih hati, terluka, atau kecewa jika:
Hasil penelitiannya tidak dapat bermanfaat bagi umat manusia.
Ia dipersulit atau tidak diberi fasilitas, dana, bantuan untuk melakukan risetnya.
Perhatian serta apresiasi masyarakat dan pemerintah amat kurang di bidang pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Padahal majunya suatu negara salah satunya adalah karena pengembangan riset dan teknologi.
Kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarganya kurang/tidak diperhatikan, diabaikan begitu saja oleh negara/pemerintah, sementara pikiran, waktu, dan tenaganya “diperas” untuk terus meneliti dan berkarya.
Sosok pria yang berprofesi sebagai seorang penulis, sastrawan, seniman, budayawan, pekerja seni, perupa, musisi, fotografer, programmer, dan juga profesi lainnya (terutama di bidang sastra dan seni budaya) yang belum tersebut di artikel ini, ia akan menangis, bersedih hati, terluka, atau kecewa jika:
Tidak ada atau kehabisan ide untuk memulai berkarya. Atau mengalami kebuntuan ide di tengah-tengah berkarya, yang menyebabkan karyanya tidak dapat terselesaikan dengan sempurna.
Ide atau hasil karyanya dibajak, disalahtafsirkan, tidak diapresiasi secara layak, atau tidak diakui sebagai suatu karya (bercitarasa seni).
Hasil karyanya dinilai rendah atau dihargai amat murah, tidak sesuai dengan kualitas, mutu, atau nilai karya itu yang sebenarnya.
Perlu diketahui, minimnya bantuan, dukungan, dan perhatian pemerintah di bidang sastra dan seni budaya telah membuat negeri ini kehilangan jatidirinya sebagai negeri yang berbudaya adiluhung.
Giealfonsin.blogspot.com