Asia
masih sangat muda dan segar dalam hal teknologi, jadi ekosistem
teknologi di benua ini baru saja terbentuk. Secara ekonomi, Asia baru
bertumbuh cepat sejak beberapa dekade lalu. Sedangkan di barat,
ekosistem ini telah dibangun sejak lama dan kita telah mengetahui
beberapa nama besar dan wilayah penting seperti Silicon Valley, New
York, London, Paris, dan lainnya. Siapa yang tahu Asia? Benua ini sangat
besar, dan sulit untuk memutuskan di mana harus memulai mempelajari
benua ini. Jadi, kami bertemu dan berbincang dengan blogger, investor,
dan entrepreneur di seluruh Asia untuk meminta mereka berbagi sedikit
tentang ekosistem startup di kota dan negara mereka masing-masing. Dan
berikut adalah 13 ekosistem startup di seluruh Asia.
1.
Singapura. 2.
Tokyo, Jepang. 3.
Beijing, dan Shanghai, China. 4.
Kuala Lumpur, Malaysia. 5.
Taipei, Taiwan. 6.
Hong Kong, China. 7.
Seoul, Korea Selatan. 8.
Jakarta, Indonesia. 9.
Bangkok, Thailand. 10.
Hanoi dan kota Ho Chi Minh, Vietnam. 11.
Manila, Filipina. 12.
India. 13.
Pakistan. 14.
Kontributor.
Singapura
Darius Cheung:
Singapura adalah tujuan pertama di Asia bagi sebagian besar orang
barat. Negara ini sering disebut sebagai tempat terbaik untuk hidup di
dunia dan diperkirakan akan menyalip Swiss sebagai negara pinggir laut
terkaya pada tahun 2020. Dengan kata lain, Singapura adalah negara kaya
dan mempunyai infrastruktur bagus termasuk sistem pemerintahan, hukum,
dan keuangan yang stabil, bersih, dan efisien, ditambah lagi dengan
adanya jaringan transportasi dan IT yang solid, tenaga kerja yang
terdidik, masyarakat multikultural yang mampu berbahasa Inggris, dan
masih banyak lagi. Meski Singapura mempunyai populasi kecil yaitu hanya
lima juta orang, negara ini memiliki tingkat penetrasi internet, mobile,
dan smartphone yang kuat, dengan memiliki ARPU sebesar USD 40, dan
pasar e-commerce yang bernilai USD 2 miliar dan terus bertumbuh.
Singapura
mungkin memiliki ekosistem startup yang paling berkembang di Asia,
dengan munculnya banyak startup pada berbagai tahap. Negara ini juga
mempunyai akselerator yang sangat aktif seperti JFDI dan banyak
pendanaan awal dialirkan sebagai bagian dari skema pendanaan NRF TIS
dari pemerintah. Selain itu, ada banyak
angel investor seperti
co-founder Skype Toivo Annus (yang telah berinvestasi di startup
Singapura seperti Coda, Luxola, Redmart, Referral Candy, ADZ, dan
Garena).
Singapura adalah titik berkumpulnya startup di Asia dan menjadi
launchpad
bagi entrepreneur lokal dan juga entrepreneur asing untuk membangun
bisnis di negara ini. Singapura memiliki banyak perusahaan lokal
(SGCarMart, HungryGoWhere, dll) dan internasional (JobsCentral,
Brandtology, TenCube, dll.) yang sudah
exit dalam beberapa tahun terakhir, dan juga perusahaan yang sedang berkembang seperti PropertyGuru dan Reebonz.
Meskipun
demikian, potensi Singapura sebagai pusat startup di Asia Tenggara
terancam oleh aturan imigrasi yang ketat, birokrasi pemerintahan yang
terlalu tegas, dan
xenophobia yang dialami masyarakatnya.
Apalagi dengan munculnya kota-kota terdekat dengan talenta dan pasar
domestik yang besar, Singapura harus lebih agresif dan berani mengambil
risiko untuk memperkuat posisinya sebagai kota startup.
Tokyo, Jepang
Anh-Minh Do:
Jepang merupakan salah satu pasar yang cukup ‘dewasa’ dan berpengaruh
di kawasan ini. Pusat segala aktivitasnya berada di Tokyo. Tapi masa
dimana perusahaan besar seperti Hitachi, Sony, Fujitsu, and Panasonic
muncul sebagai bintang baru telah berlalu, dan sekarang banyak muncul
perusahaan baru seperti GREE, DeNA, dan Rakuten yang mulai berpengaruh
dan bergerak secara global. Kalau kalian ingin mendapatkan gambaran
singkat ekosistem startup Jepang, silakan kunjungi situs rekan kami di
TheBridge dan Anda akan melihat ekosistem bisnis, VC, dan inkubator yang segar.
Selain
kesuksesan besar dari startupnya, sistem pendidikan di Jepang sangat
mendukung, dengan adanya inkubator seperti Open Network Lab. Anda dapat
melihat daftar lengkap inkubator dan akselerator di Jepang
di sini.
Di
sisi lain, masalah yang dihadapi startup Jepang cukup sulit: kultur
yang berisiko rendah, harga sewa yang mahal, dan ekosistem yang kecil.
Tapi terlepas dari hal ini, Jepang mendapat kesuksesan besar dan
pemerintahnya sangat mendukung startup dengan membantu menyediakan
inkubator yang jumlahnya sekitar 300 di seluruh negara ini.
Beijing dan Shanghai, China
Steven Millward:
China mungkin mempunyai industri web yang mapan, tapi negara tersebut
masih sulit dijamah untuk startup China. Tidak seperti Singapura,
pemerintah China kurang mendukung ekosistem startup, dan terdapat banyak
perusahaan web di sana yang dengan mudah dan cepat bisa meniru produk
utama para startup. Bahkan, lebih besar kemungkinan startup Anda ditiru
daripada diakuisisi. Saat ini, aplikasi pemesanan taksi sedang
bermunculan – tapi kemudian otoritas mulai mengatur atau bahkan melarang
aplikasi ini di beberapa kota. Apa lagi yang startup bisa lakukan?
Tidak ada.
Sisi baiknya, ada ekosistem startup yang luar biasa
mulai dari startup tahap ide hingga yang sudah memiliki pendanaan besar.
Acara startup seperti Startup Weekend dan Barcamp sangat sering
diselenggarakan di kota seperti Beijing, Shenzhen, dan Shanghai. Akan
bagus jika kompetisi startup juga diselenggarakan (seperti TechCrunch
Disrupt atau acara Startup Asia kami) untuk memberi startup lokal
dorongan visibilitas, seperti dorongan finansial untuk pemenang. Acara
tahunan GMIC Beijing sudah melakukan hal ini, tapi lebih banyak
presentasi dan kompetisi tentunya akan semakin bagus.
Terkait
pendanaan, banyak pihak yang tertarik untuk melakukan investasi di
China. Bidang e-commerce tampaknya mendapat ketertarikan yang terbesar,
dengan banyaknya perusahaan seperti Sequoia Ventures, GGV Capital,
hingga Bluerun Ventures dari California tertarik pada e-store yang
inovatif. Ranah sosial menjadi area yang paling sulit – sulit untuk
dimonetasi tapi mudah untuk ditiru – bagi semua orang (kecuali beberapa
orang yang beruntung). Dengan nilai e-commerce di China yang mencapai
USD 177 miliar pada tahun 2013, tidak heran jika banyak startup yang
ingin mencoba ranah bisnis negara ini.
Terkait inkubasi dan
akselerasi, Innovation Works yang didirikan oleh Lee Kaifu adalah yang
terbesar, dengan menginkubasi lebih dari 50 startup yang diperkirakan
berharga senilai lebih dari USD 600 juta.
Innovation Works dapat
memberikan pendanaan seri A dan juga pendanaan tahap awal. Selain itu,
ada Tisiwi di Hangzhou, dan Chinaccelerator di Dalian.
Kuala Lumpur, Malaysia
Toni Yew:
Dengan adanya usaha yang dilakukan pemerintah Malaysia di bawah Barisan
Nasional untuk bersama-sama mendorong Malaysia sebagai negara yang
memiliki pendapatan tinggi, teknologi akan berperan penting di Economic
Transformation Program (ETP) yang dicanangkan oleh PM keenam Malaysia,
Najib Razak.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, startup telah
menerima bantuan pendanaan yang tersedia melalui banyak skema yang
dibuat oleh agensi pemerintahan dan juga VC swasta. Salah satu contohnya
adalah dana Cradle, dimana bantuan disediakan melalui dana
komersialisasi yang disalurkan ke program technopreneur program mentor.
Ada juga program untuk UKM yang menyediakan dana yang cocok, selain dana
tahap tahap awal yang konvensional.
Selain dana tahap awal yang
konvensional, kompetisi developer juga dibuat, dimana teknopreneur akan
beradu satu sama lain dan ide dan konsep yang menang akan menerima dana
dan kontrak dari perusahaan teknologi tertentu. Pada dasarnya, kompetisi
ini mirip dengan
hackathon plus inkubasi. Kompetisi ini
dilakukan dengan banyak universitas yang menyediakan fasilitas bagi
startup yang berminat. Dulunya, korporasi dan perusahaan
telekomunikasilah yang menyelenggarakan acara ini.
Salah satu dari
banyak startup sukses terbaru di Malaysia adalah TeratoTech yang
memenangkan banyak penghargaan untuk desain dan spesialisasi aplikasi
mobile untuk iOS dan Android.
Secara keseluruhan, ekosistem
startup di negara ini cukup menjanjikan dengan bantuan yang tersedia
bagi teknopreneur yang ingin menjadikan Malaysia sebagai tempat masa
depannya.
Taipei, Taiwan
Jamie C. Lin: Taipei merupakan salah satu ekosistem startup yang paling menggeliat di Asia. Ada
mailing list Startup Digest Taipei dimana orang-orang membuat post tentang acara startup, dan Anda melihat
workshop, forum, dan
meetup
diadakan di sepanjang minggu. Di Stop by Meet yang diselenggarakan oleh
majalah Business Next, atau TO Mixer oleh TechOrange, dua dari acara
startup terkenal di Taipei, Anda bisa melihat ratusan founder yang
dengan semangat bertukar ide startup mereka. Acara demo juga sering
diselenggarakan. IDEAS Show yang diselenggarakan oleh Institute of
Information Industry dan Meet Conference oleh Business Next diadakan
tiap tahun dan diikuti oleh puluhan startup.
Sementara startup
internet yang lebih sukses seperti Lativ, Gamesofa, Mayuki, PubGame,
i-Part, dan Bahamut menjalankan bisnis mereka dengan puluhan hingga
ratusan karyawan dan menghasilkan angka penjualan senilai puluhan juta
dolar, startup kecil memulai perusahaannya hanya dengan beberapa founder
di
co-working space atau akselerator startup. IEH adalah
co -working space terkemuka di negara ini dengan menampung lebih dari 20 startup, sedangkan akselerator AppWorks menampung lebih dari 50 startup.
Terkait
investasi, investor yang aktif adalah CyberAgent Ventures, AppWorks
Ventures, CID Group, dan TMI Holdings. Para VC lokal mengalirkan dana
hampir USD 100 juta untuk ekosistem teknologi di negara ini setiap
tahunnya, mendanai 30 sampai 50 startup mulai dari pendanaan tahap awal
hingga pendanaan pada tahap pra-IPO.
Peraturan terkait perusahaan
dan keamanan yang tidak diperbaharui, kurangnya pemahaman pemerintah
Taiwan terhadap bisnis berbasis internet, dan kegagalan mengenali web
sebagai platform industri penting dan strategis bisa menghambat startup
lokal dan para founder.
Di Taiwan, layanan solusi pembayaran pihak
ketiga yang sebanding dengan PayPal atau Alipay belum bisa
dioperasikan, dan ini dapat menghambat kemampuan e-commerce dan industri
konten digital untuk mengumpulkan uang dan juga melindungi penjual dan
pembeli dari penipuan. Pemerintah Taiwan juga mewajibkan tujuh hari
kebijakan pengembalian untuk e-commerce dan produk konten digital yang
dijual oleh retailer online. Tujuh hari mungkin terlalu lama untuk game
mobile atau e-book yang akan “dicoba” sebelum calon pembeli memutuskan
apakah mereka ingin mengembalikannya, tapi mungkin terlalu pendek untuk
produk fisik – seperti Zappos yang menawarkan 360 hari pengembalian
untuk sepatu yang dijualnya. Aturan yang kaku seperti ini menunjukkan
kurangnya pemahaman pemerintah Taiwan terhadap bisnis berbasis internet.
Dan di Taiwan, sebagian besar founder startup berurusan dengan
pemerintah daerah terkait berbagai masalah, yang akhirnya memperlambat
perkembangan startup di Taiwan.
Hong Kong, China
Rafael Wong Chi Hao dan Casey Lau: Menurut Forbes,
Hong Kong dinilai sebagai salah satu dari empat pusat dunia teknologi
yang layak untuk diamati setelah Silicon Valley dan New York. Terlepas
dari kurangnya ekosistem startup di Hongkong, fokus ekonomi Hong Kong
yang cenderung ke industri tradisional seperti real estate, kurangnya
investor teknologi, dan kurangnya bakat ilmu komputer dari lulusan
universitas lokal, budaya startup Hong Kong sedang memanas.
Dalam dua hingga tiga tahun terakhir,
co-working space
seperti CoCoon, The Hive Hong Kong, The Good Lab, dan BootHK
bermunculan untuk memfasilitasi pakar teknologi asing. Inkubator startup
seperti Startup Weekend, AcceleratorHK, Make A Difference Venture
Fellows Program, the Hong Kong Science and Technology Park Incubation
Program, dan StartupsHK mencoba membawa Hong Kong menuju arah yang tepat
dalam mempromosikan entrepreneurship.
Selanjutnya, tentu saja,
Hong Kong harus mengembangkan ekosistem entrepreneurship yang sehat
untuk ditinggali startup dan investor, dengan demikian industri startup
akan tumbuh secara alami. Jadi pertanyaan besarnya adalah ‘bagaimana’?
Seoul, Korea Selatan
John Kim:
ekosistem startup Korea Selatan telah mengalami pertumbuhan yang luar
biasa dalam lima tahun terakhir, tidak hanya bagi perusahaan tapi juga
akselerator dan VC. Melihat sekilas ekosistem startup di negara ini, ada
dua alasan utama yang mendorong pertumbuhan tersebut.
Pertama,
bermunculannya startup yang sukses telah menarik perhatian masyarakat
dan menginspirasi entrepreneur muda. Forbes membuat daftar orang terkaya
di Korea, dan daftar tersebut kebanyakan didominasi oleh founder
perusahaan game miliaran dollar. Perusahaan seperti TicketMonster, Kakao
(pembuat KakaoTalk) dan Coupang telah menunjukkan kekuatan tidak hanya
dalam segi finansial, tapi juga menembus segmen masyarakat yang lebih
luas dengan produk mereka. Tahun lalu, pengaruh komunitas startup
semakin melekat di benak publik ketika Ahn Chul Soo, pendiri perusahaan
anti-virus Ahnlab, ingin menduduki kursi tertinggi pemerintahan.
Kedua,
pemerintah Korea telah menunjukkan dukungan yang luar biasa kepada
komunitas startup, sebuah tren yang tampaknya akan terus berlanjut
setelah pemilihan presiden baru-baru ini. Ahn pada akhirnya kalah, dan
Korea memilih presiden perempuan pertamanya, Park Geun Hye, yang
berjanji meningkatkan pendanaan perusahaan dalam kampanyenya.
Takut
gagal dan karakteristik budaya lain di perusahaan Korea bisa menjadi
hambatan untuk berkembang secara global, dan ini menjadi tantangan bagi
startup Korea. Tapi konglomerat seperti Samsung, perusahaan game seperti
Nexon, dan band K-pop seperti Big Bang telah mengalami hambatan serupa
sebelum akhirnya berhasil memperkenalkan nama Korea di seluruh dunia.
Dengan adanya startup yang sukses dan dukungan dari pemerintah, kita
bisa melihat hal yang sama juga akan terjadi pada para founder startup.
Jakarta, Indonesia
Aulia “Ollie” Halimatussadiah:
Ketika saya berada di konferensi teknologi, seseorang bertanya apakah
startup saya telah menghasilkan uang. Saya menjawab, “Tentu. Jika tidak,
saya tidak akan bisa membiayainya!” Hal ini juga menjelaskan bahwa di
Indonesia, masih banyak startup yang mandiri. Kami menggunakan uang
pribadi sebagai pendanaan awal, lalu kami membangun startup dan harus
menghasilkan uang dari hari pertama untuk bertahan. Tidak ada dana dari
pemerintah untuk startup, jadi startup di Indonesia kebanyakan praktis,
seperti e-commerce, travel, dan logistik. Inovasi adalah sesuatu yang
kami pikirkan belakangan.
Pada tahun 2010, sekitar sekitar 30
founder startup berkumpul di Starbucks untuk mendiskusikan startup
mereka dan secara mengejutkan ini adalah momentum paling penting bagi
ekosistem startup di Indonesia. Pertemuan ini menjadi reguler dengan
topik yang spesifik; karena dimulai dari Twitter, organisasi ini diberi
nama #StartupLokal. Natali Ardianto, Nuniek Tirta dan saya sendiri
mengorganisir pertemuan ini setiap bulannya. Sekarang ada lebih dari 200
orang yang hadir di tiap
meetup dan ribuan orang berlangganan ke
mailing list kami.
Ini
adalah saat yang bagus bagi startup di Indonesia karena secara politik
negara ini stabil dan kebebasan berpendapatnya dijunjung tinggi, taraf
hidup masyarakat kelas menengah mulai meningkat (45 juta orang di
Indonesia mempunyai daya beli yang tinggi), tingkat penetrasi mobile
yang sangat tinggi (orang Indonesia rata-rata memiliki lebih dari dua
handphone); kami juga punya pengguna Facebook dan Twitter yang aktif.
Aset terpenting kami adalah lebih dari 60 persen dari 240 juta penduduk
Indonesia berumur di bawah 35 tahun dengan rata-rata berusia 28 tahun
dan tersebar di lebih dari 17.000 pulau di Indonesia. Ini adalah negara
yang mempunyai banyak ruang untuk dijelajahi dan banyak masalah untuk
dipecahkan, yang berarti banyak kesempatan bagi para entrepreneur.
Semakin
banyak investor dari seluruh dunia datang ke Indonesia dan juga semakin
banyak inkubator tersedia, dan mereka siap untuk berinvestasi. Tapi
kebanyakan dari mereka menemui kesulitan untuk menemukan startup yang
mempunyai mimpi satu juta dolar. Jadi, PR bagi startup di Indonesia
sekarang adalah mengubah pola pikir yang biasa, bermimpi tinggi, dan
berpikir global.
Sudah ada beberapa investor di Indonesia saat
ini, seperti Merah Putih Incubator, GDP Venture, East Ventures, GREE
Ventures, Grupara, Ideosource, dan CyberAgent Ventures.
Bangkok, Thailand
Prathan Thananart:
Ledakan ekosistem startup di Bangkok tahun lalu dapat
dikarakteristikkan dengan tiga tren yang berkaitan. Pertama adalah
momentum yang dibangun oleh acara teknologi sejak beberapa tahun
terakhir melalui BarCamp, Mobile Monday, dan Startup Weekend. Event dan
cerita sukses ini dibagikan oleh entrepreneur lokal maupun asing.
Kedua, mulai bermunculannya
co-working space menarik untuk diamati. Saat ini ada beberapa
co-working space yang bagus di seluruh bangkok, dan mereka membantu menghubungkan entrepreneur dengan developer dan freelancer di industri ini.
Yang terakhir, munculnya VC dan kelompok
angel
bisnis, termasuk ekspansi dari perusahaan yang berbasis di negara Asia
lain. Salah satu yang paling menonjol adalah InVent milik Intouch yang
juga mengoperasikan perusahaan telekomunikasi terbesar di Thailand, dan
Ardent Capital milik investor Ensogo yang dijual ke LivingSocial.
Kelemahan
ekosistem startup di negara ini adalah kurangnya keberagaman. Terakhir
saya cek ada lebih dari 10 perusahaan bersaing dalam aplikasi loyalti,
dan tiruan
group buying yang tak terhitung jumlahnya. Seiring
semakin dewasanya ekosistem di negara ini, sebagian energi tersebut akan
disalurkan ke ranah yang kurang mendapat perhatian. Sebagaimana Tel
Aviv, yang terkenal dengan kemacetan lalu lintas, melahirkan Waze,
sebuah aplikasi navigator dengan data lalu lintas yang di-
crowdsource.
Bangkok
adalah rumah bagi jutaan pemilik smartphone dan lebih dari 18 juta
pengguna media sosial dari pengguna web yang berjumlah 25 juta. Dan
seiring tumbuhnya generasi
digital native yakni populasi yang
lebih muda, pasti akan ada banyak ide baru terkait bagaimana orang-orang
berbelanja, bepergian, dan tetap terhubung.
Hanoi dan kota Ho Chi Minh, Vietnam
Anh Minh-Do:
Saya sudah sering menulis tentang Hanoi dan kota Ho Chi Minh, tapi mari
kita lihat ekosistem startup Vietnam secara umum. DFJ Vina Capital dan
IDG Ventures tampaknya akan perlahan-lahan menarik diri dari startup
teknologi dan mengganti strategi mereka menjadi lebih seperti inkubator,
sementara CyberAgent Ventures, perusahaan VC asal Jepang baru yang
sangat aktif di negara ini, telah membuat beberapa investasi yang
menarik.
Maju ke arah global belum menjadi rencana startup Vietnam
sampai saat ini. Tentu saja, beberapa startup menengah seperti Appota
dan GHN berencana ke luar pasar domestik di masa depan. Mereka
memusatkan sebagian besar kekuatan mereka pada pengembangan model bisnis
yang kuat di negara ini. Ironisnya, model startup yang umum di Vietnam
adalah model yang bersubsidi, dimana sebuah perusahaan teknologi akan
mengambil kontrak asing untuk membiayai operasi mereka dan kemudian
membangun tim produk dengan pendapatannya. Hal ini membuat startup tidak
perlu mencari dana dari investor, tetapi terkadang hal ini bisa
menghambat inovasi produk yang sesungguhnya.
Poin-poin tersebut
menggarisbawahi kunci ekosistem startup di Vietnam yang berpusat di
Hanoi dan kota Ho Chi Minh City, kisah sukses yang praktis dan menjual
akan berguna untuk mendorong pertumbuhan di masa depan.
Manila, Filipina
Tidak ada hal yang lebih menarik daripada menjadikan produk atau layanan teknologi Anda sebagai startup di Filipina.
Munculnya
investor tahap awal termasuk Kickstart yang telah berinvestasi di enam
startup dengan nilai pendanaan mulai dari USD 30.000 sampai USD 120.000;
Kickstart secara total telah berinvestasi di 17 startup; juga terdapat
Launchgarage yang merupakan kolaborasi antara Kickstart dengan Jay
Fajardo dari Proudcloud. Ada juga Ideaspace yang telah berinvestasi di
10 startup dengan nilai pendanaan masing-masing USD 12.500. Kemudian ada
SeedAsia yang merupakan pemain baru dalam ranah ini dan sedang
menargetkan beberapa startup di negara ini.
Beberapa perusahaan
telah mencari pendanaan secara global untuk beroperasi di Manila.
Beberapa di antaranya adalah Kalibbr dan Payroll Hero serta beberapa
perusahaan dari Silicon Valley yang berkeliaran di Manila.
Ada
juga komunitas yang aktif di Facebook seperti StartupPH, ditambah dengan
beberapa meetup seperti Roofcamp, Open Coffee Wednesday, Founder’s
Drink, dan MobileMonday – dan acara ini diselenggarakan hampir setiap
bulan. Ada juga berbagai acara startup seperti Startup Weekend,
AngelHack, dan developer bootcamp yang diselenggarakan hampir tiap
minggu untuk setiap bahasa yang tersedia di web dari Globe Labs untuk
Developer Network SMART. Kedua perusahaan ini memberikan pelatihan
gratis dan kamp-kamp pendidikan pada praktek dan entrepreneurship
terbaik.
Dengan populasi stabil yang mendekati 100 juta dan
meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan kelas menengah, Filipina mungkin
adalah pasar dengan penduduk berbahasa Inggris terbesar di Asia selain
India! Ketahanan ekonomi Filipina selama krisis keuangan tahun 1997 dan
2008 adalah bukti bahwa negara ini punya fundamental yang luar biasa,
dan pada akhirnya muncul sebagai tiga peningkatan di peringkat investasi
oleh JCRA, S&P, dan Fitch.
Tapi ada tantangan besar. Seperti
kebanyakan pasar Asia, terdapat kesenjangan antara investor tahap awal
dan seri A di Filipina yang membatasi jumlah
exit.
Visibilitas
e-commerce masih berada dalam tahap awal karena perlunya menjembatani
transisi dari uang kertas ke kartu kredit ke e-payment online – kurang
dari 10 persen dari total penduduk memiliki kartu kredit. Pemerintah
masih mengatur semua bisnis e-commerce dengan proses birokrasi rumit
yang sama sekali tidak
business friendly bagi para pengusaha atau investor.
Hal
ini mungkin terjadi karena ekosistem startup Filipina cenderung masih
sangat muda. Keberhasilan perusahaan yang baru diinkubasi juga akan
sangat menentukan kredibilitas pasar Filipina untuk bersaing secara
global (atau di kawasan Asia Tenggara).
Meskipun demikian, masa
depan Filipina terlihat cerah dengan munculnya tokoh-tokoh besar lokal
yang memasuki ekosistem startup, kembalinya talenta Filipina untuk
berpartisipasi baik dalam ekosistem startup maupun dalam membangun
produk yang bisa membantu memecahkan tantangan pasar yang mereka layani!
Filipina adalah negara yang memiliki ekonomi yang tumbuh menggeliat
dimana inovasi dan tantangan sosial berpadu melalui teknologi.
India
Mukund Mohan:
Satu hal yang mengejutkan kebanyakan orang asing tentang ekosistem
startup di India adalah betapa beragamnya ekosistem startup di negara
ini. Entrepreneur di negara ini rata-rata berusia mulai dari 21 tahun
dan masih berkuliah hingga eksekutif berusia 61 tahun. Rata-rata
entrepreneur teknologi India adalah pria berusia 30 tahun ke atas,
dengan beberapa latar belakang teknologi, meskipun tidak harus dalam
pengembangan produk, berfokus pada membangun sebuah produk yang sebagian
besar mencoba untuk memecahkan masalah lokal (India).
Rata-rata
sekitar 970 entitas produk teknologi lahir setiap tahun di India dan
hanya sekitar 380 yang benar-benar membangun entitasnya sebagai
perusahaan. Tingkat mortalitasnya cukup tinggi, dengan lebih dari 60
persen dari “entitas” melakukan
pivot atau akan dibiarkan
terbengkalai dalam waktu 12 sampai 18 bulan. Setiap tahunnya, terdapat
jumlah kelahiran yang sama untuk entitas layanan (konsultasi) di ranah
teknologi, tapi mereka cenderung bertahan lebih lama.
Startup di
India bervariasi, 61 persen di antaranya berorientasi bisnis dan sekitar
39 persen berfokus pada aplikasi konsumen seperti aplikasi mobile,
jejaring sosial, dan e-commerce. Dalam beberapa tahun terakhir, telah
terjadi peningkatan besar di ranah e-commerce. Berkat pengguna internet
yang bertumbuh (sekitar 100 juta orang, dengan 15 juta aktif membeli
barang dan jasa secara online), tingginya penetrasi broadband (lebih
dari 10 juta koneksi) dan meningkatnya jumlah handphone (lebih dari 800
juta koneksi). Tidak ada waktu yang lebih baik untuk memulai perusahaan
teknologi di India daripada sekarang.
Keadaan ekosistem investor
juga meningkat. Dari sekitar 43 VC aktif pada tahun 2006, yang
berinvestasi di sekitar 73 perusahaan setiap tahunnya, saat ini ada
lebih dari 80 jaringan
angel investor,
seed fund,
akselerator dan dana tahap awal, dan lebih dari 153 perusahaan
mendapatkan beberapa bentuk pendanaan institusional setiap tahun .
Ada
tiga tantangan utama yang dihadapi ekosistem teknologi India yang tidak
bisa diperbaiki dalam waktu singkat. Yang pertama adalah kurangnya
exit, kedua adalah kurangnya
angel investor dan mentor, dan ketiga adalah sifat takut mengambil risiko yang melekat pada masyarakat kelas menengah India.
Rasa
optimis dalam diri saya mengatakan bahwa masalah tersebut, meskipun
struktural, akan berubah selama lima sampai sepuluh tahun ke depan dan
relatif mudah untuk dipecahkan mengingat sifat dinamis yang dimiliki
para pengusaha India.
Didorong oleh keberhasilan orang India di
Silicon Valley dan fakta bahwa mereka membangun 43 persen dari semua
produk startup di wilayah Bay, saya benar-benar yakin bahwa metrik dan
tren akan bertumbuh 300 persen hingga 500 persen untuk startup dan kisah
sukses akan mulai bermunculan dalam lima tahun ke depan.
Pakistan
Ekosistem
startup di Pakistan menggeliat sejak tahun 2012. Lahore, Karachi, dan
Islamabad, tiga kota terbesar disana, telah menjadi rumah bagi startup
di Pakistan dan entrepreneur muda untuk meluncurkan proyek-proyek
menarik.
Sebelumnya, startup Pakistan telah mulai menarik
perhatian dengan memenangkan beragam kompetisi yang diselenggarakan di
tahun 2010 dan 2011. Tim dari Pakistan memenangkan tujuh medali perak di
Asia Pacific ICT Awards 2010 yang diselenggarakan di Kuala Lumpur, dan
pada tahun 2011 berhasil membawa pulang dua medali emas pada kategori
e-logistics dan e-health, dan juga 5 medali perak.
Pada tahun
2012, universitas seperti LUMS memantik semangat para entrepreneur muda
dengan menyelenggarakan Startup Weekend untuk pertama kalinya di tahun
2012 dan 2013. Hal ini dimaksudkan untuk memotivasi mereka untuk maju ke
depan dan menunjukkan bakat mereka kepada dunia.
Perusahaan
seperti Microsoft dan Google juga tertarik akan kawasan ini. Microsoft
menyelenggarakan Windows Phone Hackathon di Lahore awal tahun ini.
Disamping
itu, pemerintah Pakistan sangat mendukung siswa dan entrepreneur muda.
Dengan inkubator teknologi seperti Plan9 dan beragam kesempatan
pendanaan dari P@SHa dan PITB – entrepreneur sekarang punya kesempatan
pendanaan yang lebih baik dibanding dulu.
Kekuatan: Kita bisa
menyimpulkan bahwa startup di Pakistan mempunyai masa depan yang cerah
dan ada banyak organisasi lokal yang mendukung entrepreneur web
potensial. Startups.pk berisi banyak startup yang diluncurkan di
Pakistan. Kebanyakan populasi di Pakistan berisi anak muda dengan 70
persen berusia di bawah 30 tahun!
Kontributor
Terima kasih banyak kepada para kontributor yang telah membagikan gambaran tentang ekosistem startup mereka:
Darius Cheung dulunya adalah founder TenCube dan seorang investor di JFDI, TIS Funds Neoteny Labs, dan Golden Gate Ventures.
Tony Yew adalah blogger dan secretary general dari Blog House Malaysia.
Prathan Thananart adalah seorang entrepreneur startup yang membangun Page365.
John Kim adalah Managing Partner di Amasia Associates dan juga Board Director di Choson Exchange.
Rafael
Wong Chi Hao adalah seorang event organizer dan blogger berbasis di
Hong Kong, yang juga sering terlibat di berbagai acara seperti
TEDxHongKong.
Casey Lau adalah community developer dan juga katalis Soft Layer di Hongkong.
Aulia “Ollie” Halimatussadiah adalah penulis 25 buku yang juga merupakan co-founder toko buku online Kutukutubuku dan platform
self-publishing online pertama di Indonesia, NulisBuku.
Mukund
Mohan adalah CEO-in-residence di Microsoft Accelerator. Ia membangun
dan menjual BuzzGain kepada Meltwater pada Januari 2010. Sebelumnya ia
membangun dan menjual dua startup Silicon Valley.
Mohsin Khawaja
adalah seorang marketer internet. Tahun ini ia berpartisipasi di LUMS
startup weekend 2013 dan membuat startup bernama TravelPakistan yang
bertujuan untuk mempromosikan pariwisata lokal dan internasional di
Pakistan.