Oleh SETH BORENSTEIN | Associated Press
WASHINGTON
(AP) — Cina, penghasil karbon dioksida terbesar dunia, langsung
merasakan efek pemanasan yang terjadi, kata peneliti dalam riset pertama
yang menghubungkan pembakaran bahan bakar fosil dengan kenaikan suhu
sehari-hari di sebuah negara.
Cina mengeluarkan lebih banyak gas
rumah kaca daripada jumlah gabungan dua negara polutan terbesar lainnya,
Amerika Serikat dan India. Emisinya pun terus naik dengan kadar 10
persen per tahun.
Meski penelitian lain sudah menghubungkan
rata-rata kenaikan temperatur di Cina dan negara lain dengan gas rumah
kaca, penelitian ini adalah yang pertama menghubungkan antara suhu
terpanas dan terdingin atau fluktuasinya.
Naik turunnya suhu,
yang sering terjadi pada sore atau pagi hari, adalah yang paling
memengaruhi kesehatan manusia, tumbuhan, serta hewan, kata ilmuwan.
Orang-orang tak menyadari perbedaan rata-rata suhu, tapi akan terasa
ketika suhu suatu hari sangat panas atau tak kunjung mendingin pada
malam hari agar orang bisa memulihkan diri dari suhu tinggi.
Penelitian
yang dilakukan ilmuwan Cina dan Kanada menemukan, karena gas rumah
kaca, suhu di siang hari naik 0,9 derajat Celsius dalam 46 tahun
terakhir sampai 2007. Pada malam hari, malah lebih parah, karena gas
rumah kaca, suhu terendah naik sampai 1,7 derajat Celsius.
Cina
adalah produsen dan konsumen terbesar batu bara, sumber terbesar emisi
karbon dioksida yang berasal dari manusia. Meski Cina sudah membuat
investasi besar di energi alternatif untuk angin, tenaga matahari, dan
nuklir dalam beberapa tahun terakhir, namun ketergantungan negara ini
pada batu bara belum akan segera terganti.
Sekitar 90 persen
kenaikan suhu yang diamati peneliti bisa ditelusuri ke gas rumah kaca
yang dihasilkan manusia, menurut penelitian tersebut. Gas rumah kaca
yang dihasilkan manusia termasuk metan dan nitrogen monoksida, tapi
karbon dioksidalah yang dianggap sebagai faktor terbesar.
Penelitian ini muncul online di edisi akhir Maret jurnal Geophysical Research Letters.
Penelitian
ini menggunakan metode tradisional yang diterima oleh peneliti iklim
untuk mencari penyebab terjadinya tren spesifik pada pemanasan global.
Peneliti
menjalankan simulasi komputer untuk mereplikasi kenaikan suhu pada
siang dan malam hari di Cina antara 1961-2007. Pertamanya, mereka hanya
memasukkan variasi faktor alam -- termasuk variasi sinaar matahari --
untuk mendapatkan kenaikan suhu. Namun ternyata bukan itu penyebabnya.
Satu-satunya
cara simulasi komputer menemukan kecocokan dengan kenaikan tinggi
rendah suhu sehari-hari yang terjadi adalah saat jumlah gas rumah kaca
yang memerangkap panas dimasukkan dalam percobaan.
"Kenaikannya
lebih tinggi daripada apa yang akan kita dapatkan dari fluktuasi normal
iklim," kata peneliti Xuebin Zhang dari divisi penelitian iklim di
kantor lingkungan Kanada dalam wawancara telpon. "Ini sangat jelas dan
bisa dirunut ke gas rumah kaca."
Cina baru menjadi emiten
terbesar gas rumah kaca pada 2007; jadi sebagian besar periode
penelitian, Cina adalah negara dengan ekonomi yang lebih kecil. Karena
karbon monoksida bertahan di atmosfer selama skeitar 100 tahun, Cina dan
pendukungnya mempertahankan pendapat bahwa Amerika Serikat dan banyak
negara maju lain memikul tanggung jawab lebih besar dalam menyebabkan
perubahan iklim.
Pakar independen menilai penelitian ini
menggunakan metode yang tepat dan masuk akal. Penelitian lebih awal
tidak secara resmi menyalahkan rekor kenaikan suhu di Amerika Serikat
pada gas rumah kaca, tapi mengamati ada kenaikan luar biasa yang
berhubungan dengan polusi karbon dioksida.
"Penelitian ini
penting karena membuat ilmiah apa yang banyak ilmuwan pikir sebagai
insting semata: bahwa kenaikan suhu ekstrem yang selama ini kita rasakan
dalam beberapa dekade ini, dan terutama dalam beberapa tahun terakhir,
tak bisa dianggap sebagai variasi cuaca," kata peneliti iklim
Pennsylvania State University Michael Mann.
Cina dengan cepat
tumbuh dari salah satu negara petani pada akhir 1970an menjadi negara
dengan ekonomi terbesar kedua di dunia di belakang Amerika Serikat,
namun ongkos lingkungan yang harus dibayar jelas terlihat.
Beijing
tak lagi didominasi sepeda, tapi mobil, dan langit-langitnya sering tak
terlihat karena polusi yang tebal. Banyak orang kini tinggal di tengah
kota, mereka membeli AC dan perangkat elektronik lain yang haus energi,
mereka juga mengonsumsi lebih banyak energi untuk transportasi dan
pemanasan rumah.
Cina sudah menyalip Amerika Serikat sebagai
emiten karbon dioksida nomor satu dunia sekitar 6 tahun lalu, dan
"jaraknya semakin besar, sangat besar," kata profesor dari Appalachian
State University, Gregg Marland, yang membantu mencatat emisi dunia
untuk Kementerian Energi AS.
Saat negara-negara maju di seluruh
dunia pada 1997 sepakat untuk membatasi emisi gas rumah kaca mereka,
negara berkembang termasuk Cina, mendapat perkecualian.
Statistik
Kementerian Energi AS mengatakan bahwa Cina mendapat 70 persen
energinya dari batubara, dibandingkan dengan 20 persen di Amerika
Serikat. Cina juga produsen semen terbesar d dunia, proses yang juga
menyebabkan emisi gas rumah kaca.