JAKARTA (Berita SuaraMedia) - Sejumlah kalangan menduga ada permainan di balik kebijakan pemberian remisi untuk narapidana. "Saya sudah sering mendengar bahwa pemberian remisi itu dijadikan alat mata pencaharian," kata anggota Komisi III DPR, Nudirman Munir, di Jakarta.
Ini diungkapkan Nudirman Munir saat diminta tanggapannya mengenai adanya dugaan tidak adilnya pemberian remisi terhadap narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Cipinang. Politisi dari Partai Golongan Karya ini mengaku tidak kaget mendengar kabar permainan ini.
Informasi yang beredar, napi berinisial RS yang juga seorang dokter dan diduga melakukan pelecehan seksual di dalam Lapas mendapatkan remisi. Padahal belum lama ini Pengadilan Tata Usaha Negara memutuskan mencabut remisi RS karena dianggap jejak rekamnya buruk selama di tahanan.
RS dinilai berkelakuan buruk sejak 2005 sampai 2008. Pada 2009, Kalapas Cipinang Haviludin memasukkan RS dalam daftar letter F karena seringkali melanggar aturan. Berdasarkan peraturan, tahanan yang sudah masuk daftar letter F tidak berhak mendapatkan remisi.
Dan pada 2010, RS pernah menggugat Polres Jakarta Timur dan mantan Kasat Polres Jaktim Kombes Tornagogo Sihombing karena tak menindaklanjuti laporan RS pada 2004. Dia juga tercatat dua kali menyerang institusi kepolisian pada 2010, serta terbukti menggunakan surat keterangan palsu di PN Jaktim dan PN Jaksel.
Nudirman meminta Kementerian Hukum dan HAM lebih terbuka ke publik. Menurut dia, kepala lapas di seluruh Indonesia harus menjelaskan pertimbangannya dalam pemberian remisi. "Jangan sampai orang yang tak layak mendapat remisi dan sebaliknya yang semestinya mendapatkan remisi, malah tidak dapat," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar mengaku siap menerima kritikan tajam terkait pemberian remisi bagi koruptor di Hari Raya Idul Fitri nanti.
Patrialis berkeyakinan, remisi adalah hak narapidana yang telah diatur dalam Undang-Undang.
“Tidak ada masalah. Mau jadi soroton ya legowo, kukuh dan tidak akan mundur setapak pun karena saya bertanggung jawab,” kata Patrialis di Gedung DPR, Jakarta.
Dia menegaskan, pemberian remisi sudah diatur dalam tatanan hukum, sehingga pihaknya tidak mungkin untuk melanggarnya. Patrialis menolak komentar yang menyebut pemberian remisi kontraproduktif dengan upaya memberi efek jera bagi koruptor.
“Cara berpikir itulah yang harus diubah. Hukuman dia (yang bisa) bikin jera itu adalah putusan badan peradilan,” sambungnya.
Mengenai siapa terpidana korupsi yang mendapat remisi hari raya dan langsung bebas, Patrialis mengaku belum mengetahuinya. “Saya belum tahu, belum ada datanya, jangan katanya si ini bebas atau gimana. Kita lihat nanti saja,” jawabnya.
Pada HUT ke-65 RI, Kemenkum HAM memberikan remisi kepada 341 terpidana korupsi. Sebanyak 11 di antaranya langsung bebas. Di antara yang bebas adalah Aulia Pohan, terpidana kasus penyalahgunaan dana Bank Indonesia.
Menurut data Kemekum HAM saat ini terdapat 471 narapidana korupsi di seluruh Indonesia.
Secara terpisah, anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari mengatakan, dasar pertimbangan kebijakan pemberian remisi berada di tangan Dirjen Lapas.
Karena itu, dia meminta Ditjen Lapas melakukan kontrol ketat permohonan remisi yang diajukan kepala lapas.
"Kalau ketahuan ada lapas yang tidak jujur, harus dihukum agar kedepan tidak terjadi kembali," tuturnya.
Sementara itu ketika dikonfirmasi, Kalapas Cipinang I Wayan Sukarta, mengakui adanya remisi selama lima bulan untuk RS. Alasan pemberian remisi itu adalah narapidana yang bersangkutan dianggap berkelakukan baik. (fn/lp/ok/ant) www.suaramedia.com
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar mengaku siap menerima kritikan tajam terkait pemberian remisi bagi koruptor di Hari Raya Idul Fitri nanti.
Patrialis berkeyakinan, remisi adalah hak narapidana yang telah diatur dalam Undang-Undang.
“Tidak ada masalah. Mau jadi soroton ya legowo, kukuh dan tidak akan mundur setapak pun karena saya bertanggung jawab,” kata Patrialis di Gedung DPR, Jakarta.
Dia menegaskan, pemberian remisi sudah diatur dalam tatanan hukum, sehingga pihaknya tidak mungkin untuk melanggarnya. Patrialis menolak komentar yang menyebut pemberian remisi kontraproduktif dengan upaya memberi efek jera bagi koruptor.
“Cara berpikir itulah yang harus diubah. Hukuman dia (yang bisa) bikin jera itu adalah putusan badan peradilan,” sambungnya.
Mengenai siapa terpidana korupsi yang mendapat remisi hari raya dan langsung bebas, Patrialis mengaku belum mengetahuinya. “Saya belum tahu, belum ada datanya, jangan katanya si ini bebas atau gimana. Kita lihat nanti saja,” jawabnya.
Pada HUT ke-65 RI, Kemenkum HAM memberikan remisi kepada 341 terpidana korupsi. Sebanyak 11 di antaranya langsung bebas. Di antara yang bebas adalah Aulia Pohan, terpidana kasus penyalahgunaan dana Bank Indonesia.
Menurut data Kemekum HAM saat ini terdapat 471 narapidana korupsi di seluruh Indonesia.
Secara terpisah, anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari mengatakan, dasar pertimbangan kebijakan pemberian remisi berada di tangan Dirjen Lapas.
Karena itu, dia meminta Ditjen Lapas melakukan kontrol ketat permohonan remisi yang diajukan kepala lapas.
"Kalau ketahuan ada lapas yang tidak jujur, harus dihukum agar kedepan tidak terjadi kembali," tuturnya.
Sementara itu ketika dikonfirmasi, Kalapas Cipinang I Wayan Sukarta, mengakui adanya remisi selama lima bulan untuk RS. Alasan pemberian remisi itu adalah narapidana yang bersangkutan dianggap berkelakukan baik. (fn/lp/ok/ant) www.suaramedia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar