TEMPO Interaktif, Jakarta - Indonesia Cooruption Watch (ICW) menyimpulkan agenda penegakan hukum Presiden Susilo Bambang Yudhoyono banyak melakukan basa-basi. Selama setahun ini, dari 34 pernyataannya di media mengenai agenda pemberantasan korupsi, 50 persen mendukung agenda pemberantasan korupsi.
"Tapi dari 50 persen itu hanya 24 persen yang terlaksana, sisanya 76 persen tidak terlaksana," kata Donal Fariz, peneliti hukum ICW saat dihubungi Tempo, Minggu (24/10).
ICW mencatat ada 34 pernyataan Yudhoyono di media yang terkait dengan agenda pemberantasan korupsi. 29 persen pernyataannya dinilai mengkhawatirkan karena berbahaya bagi penegakan hukum, salah satunya mengenai pernyataannya agar KPK tidak dengan mudah menahan kepala daerah.
ICW mencatat ada 34 pernyataan Yudhoyono di media yang terkait dengan agenda pemberantasan korupsi. 29 persen pernyataannya dinilai mengkhawatirkan karena berbahaya bagi penegakan hukum, salah satunya mengenai pernyataannya agar KPK tidak dengan mudah menahan kepala daerah.
ICW menilai 21 persen pernyataannya dianggap standar, dan 50 persen dianggap mendukung agenda pemberantasan korupsi. Sayangnya, lanjut Donal, ketika di breakdown, dari dukungan pemberantasan korupsi ini ternyata pernyataan yang terealisasi hanya 24 persen, sedangkan 76 persen tidak terlaksana. "Semua itu merupakan sembilan aspek evaluasi ICW terhadap agenda pemberantasan korupsi," kata Donal .
Donal mencontohkan kasus Bank Century yang direspon presiden dengan pernyataannya bahwa harus diungkapseluas-luasnya dan sedetail-detailnya ternyata tidak terjadi, bahkan partai penguasa/presiden bersikap defensif.
Donal mencontohkan kasus Bank Century yang direspon presiden dengan pernyataannya bahwa harus diungkapseluas-luasnya dan sedetail-detailnya ternyata tidak terjadi, bahkan partai penguasa/presiden bersikap defensif.
Pada kasus Gayus, Presiden tidak pernah mengatakan kasus tersebut harus diselesaikan, "Tapi toh tetap tidak juga terlaksana," katanya.
Masalah-masalah ini, soal rekening para perwiranya yang belum terungkap dan kriminalisasi pimpinan KPK yang kini masih berlarut-larut. Terakhir soal pemilihan Kapolri Komisaris Jenderal Timur Pradopo yang terkesan presiden terjebak dalam kompromi politik, bukan melihat prestasi calon Kapolri.
Masalah-masalah ini, soal rekening para perwiranya yang belum terungkap dan kriminalisasi pimpinan KPK yang kini masih berlarut-larut. Terakhir soal pemilihan Kapolri Komisaris Jenderal Timur Pradopo yang terkesan presiden terjebak dalam kompromi politik, bukan melihat prestasi calon Kapolri.
"Hak prerogatif tidak dibangun atas dasar argumentatif, bukan karena kinerja," katanya. Begitu juga ketika melengserkan Jaksa Agung Hendarman Supandji, Presiden mengganti jaksa agung bukan karena kinerjanya yang bobrok.
Presiden juga diminta mengkaji ulang pemerian remisi. Dalam setahun ini, sudah sekitar 660 terpidana korupsi diberikan remisi. Padahal tentu saja hal ini menjadi bertolak belakang dengan sikap serius dalam usaha memberantas korupsi. "Ini tidak sebanding dengan angka yang dikorupsinya,"ujarnya.
Tak hanya itu, Presiden juga diminta menyoroti korupsi APBD yang melibatkan kepala daerah. Sejak 2004-2010 atau selama 6 tahun, presiden hanya mengeluarkan izin pemeriksaan sebanyak 82 kepala daerah. 38 izin lainnya belum keluar. "2010 trend korupsi menyebar ke daerah. Pemberantasannya harus diagendakan," kata Donal.
Tak hanya itu, Presiden juga diminta menyoroti korupsi APBD yang melibatkan kepala daerah. Sejak 2004-2010 atau selama 6 tahun, presiden hanya mengeluarkan izin pemeriksaan sebanyak 82 kepala daerah. 38 izin lainnya belum keluar. "2010 trend korupsi menyebar ke daerah. Pemberantasannya harus diagendakan," kata Donal.
MUNAWWAROH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar