Stockholm, Kompresi dada adalah pertolongan paling tepat untuk menyelamatkan seseorang yang mengalami henti jantung, misalnya karena tenggelam. Dengan atau tanpa napas buatan, tingkat keselamatannya pada orang dewasa ternyata tidak jauh beda.
Napas buatan biasanya diberikan sebagai bagian dari Cardiopulmonary Resuscitation (CPR). Bantuan napas yang dilakukan dari mulut ke mulut itu dilakukan 2 kali setiap 15 hentakan di dada, atau 2 kali setiap 30 hentakan menurut teori terbaru yang dirilis tahun 2005.
Namun karena berbagai alasan, tidak banyak yang berani melakukannya pada korban kecelakaan. Selain karena merasa kurang terlatih, umumnya orang mengkhawatirkan dampak jika terlibat kontak dengan mulut yang tidak steril.
Sebuah penelitian yang dilakukan di Stockholm Prehospital Center, Swedia mengungkap bahwa CPR bisa dilakukan tanpa napas buatan. Dalam kondisi darurat, hentakan atau kompresi dada saja cukup untuk menyelamatkan pasien henti jantung.
Penelitian tersebut dilakukan antara tahun 2004 hingga 2009, terhadap 3.000 pria dan wanita yang membutuhkan CPR. Para pasien mendapatkan CPR secara acak dengan dan tanpa napas buatan, dari orang lain yang kebetulan berada di sekitarnya dan dipandu oleh petugas 911.
Hasilnya menunjukkan, pengaruh pemberian napas buatan tidak terlalu signifikan terhadap tingkat keselamatan. Sebagian besar korban akhirnya tewas dalam rentang 30 hari, kecuali hanya 7 persen di antara korban yang mendapat napas buatan dan 8,7 persen yang hanya mendapat kompresi dada.
Meski sama-sama tidak banyak yang selamat, pemberian CPR tanpa napas buatan membuat korban lebih aman dari risiko kerusakan syaraf otak. Di antara yang hanya mendapat kompresi dada, 14,4 persen tidak mengalami kerusakan di otak sementara pada korban yang mendapat napas buatan hanya 11,5 persen.
Meskipun demikian, Dr. Myron Weisfeldt dari The John Hopkins Hospitalmenegaskan bahwa hasil penelitian ini hanya berlaku untuk orang dewasa. Sebagian besar anak-anak yang mengalami henti jantung tetap membutuhkan napas buatan.
Beberapa orang dewasa juga membutuhkan napas buatan dari mulut ke mulut, terutama jika memiliki risiko mati mendadak yang terkait dengan masalah pernapasan. Di antaranya jika mengalami gagal jantung akut, sakit paru-paru parah yang kronis dan asma akut.
"Bagi yang tidak terlatih tetapi ingin memberi pertolongan, CPR bisa dilakukan tanpa napas buatan. Kompresi dada saja sudah cukup, setidaknya sambil menunggu bantuan datang," ungkap Dr. Myron, dikutip dari Reuters, Kamis (29/7/2010).
(up/ir)
Napas buatan biasanya diberikan sebagai bagian dari Cardiopulmonary Resuscitation (CPR). Bantuan napas yang dilakukan dari mulut ke mulut itu dilakukan 2 kali setiap 15 hentakan di dada, atau 2 kali setiap 30 hentakan menurut teori terbaru yang dirilis tahun 2005.
Namun karena berbagai alasan, tidak banyak yang berani melakukannya pada korban kecelakaan. Selain karena merasa kurang terlatih, umumnya orang mengkhawatirkan dampak jika terlibat kontak dengan mulut yang tidak steril.
Sebuah penelitian yang dilakukan di Stockholm Prehospital Center, Swedia mengungkap bahwa CPR bisa dilakukan tanpa napas buatan. Dalam kondisi darurat, hentakan atau kompresi dada saja cukup untuk menyelamatkan pasien henti jantung.
Penelitian tersebut dilakukan antara tahun 2004 hingga 2009, terhadap 3.000 pria dan wanita yang membutuhkan CPR. Para pasien mendapatkan CPR secara acak dengan dan tanpa napas buatan, dari orang lain yang kebetulan berada di sekitarnya dan dipandu oleh petugas 911.
Hasilnya menunjukkan, pengaruh pemberian napas buatan tidak terlalu signifikan terhadap tingkat keselamatan. Sebagian besar korban akhirnya tewas dalam rentang 30 hari, kecuali hanya 7 persen di antara korban yang mendapat napas buatan dan 8,7 persen yang hanya mendapat kompresi dada.
Meski sama-sama tidak banyak yang selamat, pemberian CPR tanpa napas buatan membuat korban lebih aman dari risiko kerusakan syaraf otak. Di antara yang hanya mendapat kompresi dada, 14,4 persen tidak mengalami kerusakan di otak sementara pada korban yang mendapat napas buatan hanya 11,5 persen.
Meskipun demikian, Dr. Myron Weisfeldt dari The John Hopkins Hospitalmenegaskan bahwa hasil penelitian ini hanya berlaku untuk orang dewasa. Sebagian besar anak-anak yang mengalami henti jantung tetap membutuhkan napas buatan.
Beberapa orang dewasa juga membutuhkan napas buatan dari mulut ke mulut, terutama jika memiliki risiko mati mendadak yang terkait dengan masalah pernapasan. Di antaranya jika mengalami gagal jantung akut, sakit paru-paru parah yang kronis dan asma akut.
"Bagi yang tidak terlatih tetapi ingin memberi pertolongan, CPR bisa dilakukan tanpa napas buatan. Kompresi dada saja sudah cukup, setidaknya sambil menunggu bantuan datang," ungkap Dr. Myron, dikutip dari Reuters, Kamis (29/7/2010).
(up/ir)
http://health.detik.com/read/2010/07/29/120156/1409209/763/orang-dewasa-tidak-memerlukan-napas-buatan-mulut-ke-mulut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar