Kalau bisa dipersulit, kenapa harus dipermudah?
Saya
langsung teringat dengan pameo di atas ketika belum lama ini membaca
berita soal penjualan tiket konser sebuah boyband di Jakarta. Cara
penjualan tiketnya amat menyusahkan para pembeli. Bahkan kabarnya
beberapa pembeli sampai jatuh pingsan.
Tidak mengherankan.
Membaca tata cara pelaksanaannya saja, seperti yang tercantum di situs
web promotor, sudah langsung bikin pusing.
Untuk pertunjukan
hari pertama, contohnya. Pembeli tiket harus mengantre dulu mulai pukul
12 tengah malam di sebuah hotel hanya untuk mendapatkan nomor antrean
pembayaran. Sementara loket pembayarannya baru dibuka mulai jam 8 pagi.
Setelah
membayar pun, tiket tidak langsung ada di tangan karena pembeli hanya
mendapatkan bukti pembayaran. Bukti pembayaran masih harus ditukarkan
dengan tiket sungguhan pada hari-H atau sehari sebelumnya.
Bertele-tele dan menyulitkan? Pasti. Padahal harga tiketnya tidak bisa dibilang murah.
Sedikit
menengok ke belakang, sebenarnya bukan sekali ini saja para penonton
konser di sini harus membeli tiket dengan cara menyusahkan. Hal yang
sama juga dilakukan oleh para penyelenggara konser dari beberapa
penyanyi mancanegara yang memiliki banyak penggemar di sini.
Polanya
hampir sama. Lokasi penjualannya ditetapkan di mal atau hotel.
Tepatnya, di sekitar lobi mal atau hotel, bukan di ruangan yang lebih
lapang. Waktu penjualannya pun hanya terbatas 1-2 hari.
Saya
tidak habis pikir kenapa sejumlah penyelenggara pertunjukan memilih
menjual tiket dengan cara yang cenderung menyusahkan pembeli. Memaksakan
mereka antre dan berdesak-desakan selama berjam-jam. Tanpa ada jaminan
semua yang sudah lelah mengantre pasti kebagian tiket yang diinginkan.
Kenapa
penjualannya tidak dilakukan secara online saja? Sehingga para penonton
tidak harus datang jauh-jauh ke lokasi penjualan, apalagi sampai
berdiri antre berjam-jam. Cukup dari depan komputer yang tersambung
Internet.
Untuk penjualan secara langsung pun sebenarnya tidak
perlu dengan cara yang menyusahkan. Pada konser-konser lain, pembeli
tiket bisa dengan mudah datang langsung ke berbagai gerai yang ditunjuk
sebagai tempat resmi penjualan tiket dengan waktu yang relatif lebih
fleksibel.
Menurut saya, sebenarnya ini bukan soal antara online
atau langsung, tapi ada pada penyediaan pilihan cara pembelian tiket.
Karena jika hanya online saja pun, belum tentu semua orang bisa dengan
mudah mendapatkan akses Internet yang memadai.
Tapi dengan
adanya beberapa pilihan, kombinasi online dan langsung, setiap pembeli
bebas menentukan sendiri cara yang paling cocok dan memudahkan untuknya.
Namun
jika pihak penyelenggara konser tetap ngotot hanya menyediakan satu
cara penjualan tiket saja dari awal, sangat sulit untuk tidak menduga
bahwa hal itu dilakukan hanya untuk kepentingan dokumentasi atau
publikasi dari pihak penyelenggara semata mengenai suasana antrean yang
terjadi di lokasi, tapi tanpa peduli pada kenyamanan pembeli tiket.
Kalau bisa dipermudah, kenapa harus dipersulit?
Benny Chandra (www.bennychandra.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar