"Redenominasi bukanlah sanering atau pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang," ujar Pjs Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution dalam konferensi pers di Gedung BI, Jakarta, Selasa (3/8/2010).
Darmin menjelaskan, redenominasi biasanya dilakukan dalam kondisi ekonomi yang stabil dan menuju kearah yang lebih sehat. Sedangkan sanering adalah pemotongan uang dalam kondisi perekonomian yang tidak sehat, dimana yang dipotong hanya nilai uangnya. Dalam redenominasi, baik nilai uang maupun barang, hanya dihilangkan beberapa angka nolnya saja.
"Dengan demikian, redenominasi akan menyederhanakan penulisan nilai barang dan jasa yang diikuti pula penyederhanaan penulisan alat pembayaran (uang). Selanjutnya, hal ini akan menyederhanakan sistem akuntansi dalam sistem pembayaran tanpa menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian," urai Darmin.
Ia juga menegaskan, redenominasi sama sekali tidak merugikan masyarakat karena berbeda dengan sanering atau pemotongan uang.
"Dalam redenominasi nilai uang terhadap barang (daya beli) tidak akan berubah, yang terjadi hanya penyederhanaan dalam nilai nominalnya berupa penghilangan beberapa digit angka nol," paparnya.
Bank Indonesia memandang bahwa keberhasilan redenominasi sangat ditentukan oleh berbagai hal yang saat ini tengah dikaji sebagaimana yang telah dilakukan oleh beberapa negara yang berhasil melakukannya. Redenominasi tersebut biasanya dilakukan di saat ekspektasi inflasi berada di kisaran rendah dan pergerakannya stabil, stabilitas perekonomian terjaga dan ada jaminan terhadap stabilitas harga serta adanya kebutuhan dan kesiapan masyarakat.
Seperti diketahui, BI akan melakukan redenominasi rupiah karena uang pecahan Indonesia yang terbesar saat ini Rp 100.000. Uang rupiah tersebut mempunyai pecahan terbesar kedua di dunia, terbesar pertama adalah mata uang Vietnam yang mencetak 500.000 Dong. Namun tidak memperhitungkan negara Zimbabwe, negara tersebut pernah mencetak 100 miliar dolar Zimbabwe dalam satu lembar mata uang.
BI akan mulai melakukan sosialisasi redenominasi hingga 2012 dan dilanjutkan dengan masa transisi. Pada masa transisi digunakan dua rupiah, yakni memakai istilah rupiah lama dan rupiah hasil redenominasi yang disebut rupiah baru.
Misalnya, lanjut Darmin, di toko-toko yang menjual sebuah barang akan tercatat 2 label harga. Yakni dengan rupiah lama dan dengan rupiah baru. Jika nol-nya disederhanakan 3 digit, lanjut Darmin, kalau harga barangnya Rp 10.000 maka akan dibuat dua label yakni Rp 10.000 untuk rupiah lama dan Rp 10 untuk rupiah baru.
(dru/qom)
sumber :http://www.detikfinance.com/read/2010/08/03/175225/1412968/5/bi-redenominasi-rupiah-hanya-hapus-beberapa-angka-nol?f9911023
Tidak ada komentar:
Posting Komentar