VIVAnews - Majalah terkemuka TIME, yang akan terbit 9 Agustus 2010, memuat foto yang mengerikan. Gambar tragis seorang perempuan muda Afghanistan berusia 18 tahun, Aisha.
Dengan kulitnya yang terang, juga rambut panjangnya yang panjang, hitam, dan bergelombang, Aisha akan terlihat menonjol, meski berada di tengah keramaian.
Itu dulu. Aisha kini memang masih mampu jadi pusat perhatian, tapi dengan alasan berbeda. Karena kini dia mengerikan.
Aisha adalah korban kebiadaban Taliban, hidung dan telinganya dimutilasi, dipotong oleh suaminya sendiri. Demikian dimuat situs Daily Mail, Selasa 3 Agustus 2010.
Kisah tragis itu terjadi sebelum tengah malam. Militer Taliban menggedor pintu dan memerintahkan hukuman atas diri Aisha karena dia melarikan diri dari rumah suaminya.
Aisha memohon ampun dan menjelaskan bahwa suaminya memperlakukannya seperti budak. Ia hanya punya dua pilihan, bertahan dan mati, atau melarikan diri. Aisha memilih opsi kedua.
Namun, penjelasan itu tak digubris komandan Taliban setempat. Lalu, adegan mengerikan terjadi. Kakak iparnya memeganginya, lalu suaminya sendiri mengeluarkan pisau.
Pertama, dua telinga Aisha dipotong. Lalu pria itu dengan tega memotong hidung istrinya sendiri, Aisha.
"Ini bukan kejadian 10 tahun lalu. Kisah tragis ini baru terjadi tahun lalu," demikian dimuat dalam situs TIME, 29 Juli 2010.
Aisha kini berada di sebuah lokasi persembunyian rahasia di Kabul. Dia menentang keras pemerintah Afghanistan yang mempertimbangkan mengakomodasi Taliban dalam politik.
Dengan kulitnya yang terang, juga rambut panjangnya yang panjang, hitam, dan bergelombang, Aisha akan terlihat menonjol, meski berada di tengah keramaian.
Itu dulu. Aisha kini memang masih mampu jadi pusat perhatian, tapi dengan alasan berbeda. Karena kini dia mengerikan.
Aisha adalah korban kebiadaban Taliban, hidung dan telinganya dimutilasi, dipotong oleh suaminya sendiri. Demikian dimuat situs Daily Mail, Selasa 3 Agustus 2010.
Kisah tragis itu terjadi sebelum tengah malam. Militer Taliban menggedor pintu dan memerintahkan hukuman atas diri Aisha karena dia melarikan diri dari rumah suaminya.
Aisha memohon ampun dan menjelaskan bahwa suaminya memperlakukannya seperti budak. Ia hanya punya dua pilihan, bertahan dan mati, atau melarikan diri. Aisha memilih opsi kedua.
Namun, penjelasan itu tak digubris komandan Taliban setempat. Lalu, adegan mengerikan terjadi. Kakak iparnya memeganginya, lalu suaminya sendiri mengeluarkan pisau.
Pertama, dua telinga Aisha dipotong. Lalu pria itu dengan tega memotong hidung istrinya sendiri, Aisha.
"Ini bukan kejadian 10 tahun lalu. Kisah tragis ini baru terjadi tahun lalu," demikian dimuat dalam situs TIME, 29 Juli 2010.
Aisha kini berada di sebuah lokasi persembunyian rahasia di Kabul. Dia menentang keras pemerintah Afghanistan yang mempertimbangkan mengakomodasi Taliban dalam politik.
"Mereka yang melakukan kekejaman ini, aku korbannya. Bagaimana bisa ada rekonsiliasi dengan Taliban," kata Aisha, sambil memegang wajahnya.
Aisha bersedia dipotret untuk menunjukkan pada dunia apa yang dilakukan Taliban pada warga Afghanistan, dan terutama kaum perempuan.
Redaktur Pelaksana TIME, Richard Stengel menjelaskan alasan mengapa pihaknya memuat sampul kontroversial itu.
Kata dia, butuh waktu panjang dan energi besar untuk memutuskan memuat foto Aisha. Salah satunya, adalah memastikan keselamatan perempuan malang itu. Aisha adalah simbol harga mahal yang dibayar perempuan Afghanistan atas ideologi represif Taliban.
Juga memikirkan efeknya jika sampul ini dilihat anak kecil. "Kami telah berkonsultasi dengan beberapa psikolog anak terkait potensi buruk jika gambar ini dilihat anak kecil."
Beberapa psikolog mengatakan ini bagian dari gambaran kekerasan di media. "Namun, Dr Michael Rich, Direktur Pusat Media dan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Anak Boston, mengatakan gambar ini adalah simbol kejadian tragis yang bisa terjadi pada setiap orang."
"Kami meminta maaf pada pembaca yang keberatan dengan pemuatan gambar ini. Kami mengundang komentar pembaca soal dampak foto ini."
"Namun, sekali lagi, hal buruk bisa terjadi pada setiap orang, ini adalah tugas kami [jurnalis] untuk menguak dan menjelaskannya pada publik," tambah Stengel.
Aisha bersedia dipotret untuk menunjukkan pada dunia apa yang dilakukan Taliban pada warga Afghanistan, dan terutama kaum perempuan.
Redaktur Pelaksana TIME, Richard Stengel menjelaskan alasan mengapa pihaknya memuat sampul kontroversial itu.
Kata dia, butuh waktu panjang dan energi besar untuk memutuskan memuat foto Aisha. Salah satunya, adalah memastikan keselamatan perempuan malang itu. Aisha adalah simbol harga mahal yang dibayar perempuan Afghanistan atas ideologi represif Taliban.
Juga memikirkan efeknya jika sampul ini dilihat anak kecil. "Kami telah berkonsultasi dengan beberapa psikolog anak terkait potensi buruk jika gambar ini dilihat anak kecil."
Beberapa psikolog mengatakan ini bagian dari gambaran kekerasan di media. "Namun, Dr Michael Rich, Direktur Pusat Media dan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Anak Boston, mengatakan gambar ini adalah simbol kejadian tragis yang bisa terjadi pada setiap orang."
"Kami meminta maaf pada pembaca yang keberatan dengan pemuatan gambar ini. Kami mengundang komentar pembaca soal dampak foto ini."
"Namun, sekali lagi, hal buruk bisa terjadi pada setiap orang, ini adalah tugas kami [jurnalis] untuk menguak dan menjelaskannya pada publik," tambah Stengel.
Vivanews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar