Selasa, 18 Mei 2010

80% Kantin Kejujuran Bangkrut


haxims.blogspot.com
AJ. Napitupulu/Biro Bekasi

Koran Buana Mandiri (KBM)--Dari 617 kantin kejujuran di Kota Bekasi yang diresmikan Wakil Jaksa Agung Muchtar Arifin pada Oktober 2008, tinggal 20 persen yang tetap eksis. Sebanyak 80 persen tutup akibat bangkrut karena ketidakjujuran pembeli.

Sejak diresmikan hingga sekarang, belum ada evaluasi terhadap peningkatan kantin kejujuran pada setiap sekolah. Program itu bagus dan baik, tapi kalau tidak ada tindak lanjut percuma, buang-buang tenaga saja dan biaya. Selayaknya ada evaluasi, sejauh mana kemajuan dan kejujuran para anak didik.

Banyak ahli konsep program, tapi yang mempertahankan dan melanjutkan program itu boleh dibilang sangat jarang. Oleh karena itu, banyak program jadi mubazir karena tidak pernah dievaluasi. Padahal, setiap membuat program tentu menelan biaya yang cukup besar.

Program kantin kejujuran misalnya yang diterapkan di masing-masing satuan pendidikan dari SD hingga pendidikan menengah, awalnya menggebu-gebu. Tetapi berselang 3-6 bulan, tutup alias bangkrut, karena siswa kurang kejujuran atau ketidakmengertian, sebab awalnya tidak ada sosialisasi khususnya di kalangan murid sekolah dasar.

haxims.blogspot.com

Para kepala SD mengatakan, lebih baik ditutup daripada bangkrut, sebab murid-murid asal main ambil saja dan tidak bayar. Memang siswa tidak mutlak salah, sebab awalnya tidak ada sosialisasi, sehingga mereka berpikiran semua barang yang dipajang di kantin kejujuran gratis.

“Tingkat kesulitan menanamkan kejujuran bagi siswa SD memang menjadi kendala, namanya anak-anak, dikira gratis, sebab tidak ada orang atau petugas kantin yang menunggu mereka ambil saja” tutur sejumlah kepala SD di kota Bekasi.

Jangankan di tingkat SD, pada jenjang SMP dan SMA saja sudah banyak yang tutup. Barangnya habis, tapi uangnya tidak kelihatan, berarti tidak jujur, apakah mungkin semua siswa dihukum atau diinterogasi. Menanamkan kejujuran itu sejak dini memang cukup baik, tapi jangan dadakan seperti pembukaan kantin kejujuran, ujar seorang kepala SMP.

Program kejujuran diarahkan ke sekolah, tapi tingkat korupsi merajalela di mana-mana. Ini benar-benar pengalibian situasi, padahal bila arahnya ke siswa bukan kejujuran yang ditanamkan, tetapi ahlak, moral dan budi pekerti. Pelajaran ini sudah merangkum di dalamnya kejujuran. Dahulu ada pendidikan moral pancasila, sekarang diganti dengan PPKn, kemudian dahulu ada pendidikan budi pekerti, sekarang malah dihapus.

KPK Evaluasi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengevaluasi program kantin kejujuran yang terdapat di sekolah-sekolah yang tersebar di Indonesia

Sekjen KPK Bambang Sapto Pratomosunu seusai penandatanganan kesepakatan bersama mengenai penerapan tata pemerintahan yang baik pada Pemerintah Kota Denpasar di Denpasar mengemukakan, evaluasi dilakukan menyusul bangkrutnya beberapa kantin yang menitikberatkan pada kesadaran pembeli atau siswa dengan alasan merugi.

“Mekanisme evaluasi akan dilakukan dengan melakukan kunjungan ke sekolah-sekolah yang memiliki kantin kejujuran, di mana kunjungan dilakukan setiap semester sehingga dapat diketahui perkembangan tiap semester,” katanya.

Macetnya operasional beberapa kantin kejujuran bukanlah sebuah kegagalan, tetapi merupakan bagian dari sebuah perjalanan program yang memerlukan dorongan untuk lebih optimal dalam pelaksanaannya di masa depan.

“Jika memang terjadi kemacetan operasional yang menyebabkan kerugian maka harus ada analisis untuk mengetahui penyebab munculnnya kerugian,” katanya. Dilihat secara menyeluruh, hanya beberapa kantin kejujuran pada beberapa sekolah yang mengalami kemacetan operasional, namun di lain pihak juga harus dilihat kantin kejujuran yang terus beroperasi dan terus berkembang.

Saatnya para pengurus kantin kejujuran memberikan masukkan apa yang menyebabkan kemajuan dan kegagalan sebuah kantin tersebut. Hasil analisis sementara, bisa jadi kegagalan operasional kantin kejujuran pada beberapa sekolah akibat informasi yang belum terbuka, sehingga siswa belum memahami manfaat dari kantin kejujuran.

Berbeda dengan pelaksanaan di negara-negara maju, di mana setiap produk memiliki mesin produk dan pembeli akan membayar dengan koin seharga produk yang akan dibeli. Indonesia akan menuju ke sana dan kita tidak putus asa karena hal itu belum terwujud.


Giealfonsin.blogspot.com

Tidak ada komentar: