Senin, 16 April 2012

Agar Tidak Menyulitkan Pembeli Tiket Konser

Kalau bisa dipersulit, kenapa harus dipermudah?

Saya langsung teringat dengan pameo di atas ketika belum lama ini membaca berita soal penjualan tiket konser sebuah boyband di Jakarta. Cara penjualan tiketnya amat menyusahkan para pembeli. Bahkan kabarnya beberapa pembeli sampai jatuh pingsan.

Tidak mengherankan. Membaca tata cara pelaksanaannya saja, seperti yang tercantum di situs web promotor, sudah langsung bikin pusing.

Untuk pertunjukan hari pertama, contohnya. Pembeli tiket harus mengantre dulu mulai pukul 12 tengah malam di sebuah hotel hanya untuk mendapatkan nomor antrean pembayaran. Sementara loket pembayarannya baru dibuka mulai jam 8 pagi.

Setelah membayar pun, tiket tidak langsung ada di tangan karena pembeli hanya mendapatkan bukti pembayaran. Bukti pembayaran masih harus ditukarkan dengan tiket sungguhan pada hari-H atau sehari sebelumnya.

Bertele-tele dan menyulitkan? Pasti. Padahal harga tiketnya tidak bisa dibilang murah.

Sedikit menengok ke belakang, sebenarnya bukan sekali ini saja para penonton konser di sini harus membeli tiket dengan cara menyusahkan. Hal yang sama juga dilakukan oleh para penyelenggara konser dari beberapa penyanyi mancanegara yang memiliki banyak penggemar di sini.

Polanya hampir sama. Lokasi penjualannya ditetapkan di mal atau hotel. Tepatnya, di sekitar lobi mal atau hotel, bukan di ruangan yang lebih lapang. Waktu penjualannya pun hanya terbatas 1-2 hari.

Saya tidak habis pikir kenapa sejumlah penyelenggara pertunjukan memilih menjual tiket dengan cara yang cenderung menyusahkan pembeli. Memaksakan mereka antre dan berdesak-desakan selama berjam-jam. Tanpa ada jaminan semua yang sudah lelah mengantre pasti kebagian tiket yang diinginkan.

Kenapa penjualannya tidak dilakukan secara online saja? Sehingga para penonton tidak harus datang jauh-jauh ke lokasi penjualan, apalagi sampai berdiri antre berjam-jam. Cukup dari depan komputer yang tersambung Internet.

Untuk penjualan secara langsung pun sebenarnya tidak perlu dengan cara yang menyusahkan. Pada konser-konser lain, pembeli tiket bisa dengan mudah datang langsung ke berbagai gerai yang ditunjuk sebagai tempat resmi penjualan tiket dengan waktu yang relatif lebih fleksibel.

Menurut saya, sebenarnya ini bukan soal antara online atau langsung, tapi ada pada penyediaan pilihan cara pembelian tiket. Karena jika hanya online saja pun, belum tentu semua orang bisa dengan mudah mendapatkan akses Internet yang memadai.

Tapi dengan adanya beberapa pilihan, kombinasi online dan langsung, setiap pembeli bebas menentukan sendiri cara yang paling cocok dan memudahkan untuknya.

Namun jika pihak penyelenggara konser tetap ngotot hanya menyediakan satu cara penjualan tiket saja dari awal, sangat sulit untuk tidak menduga bahwa hal itu dilakukan hanya untuk kepentingan dokumentasi atau publikasi dari pihak penyelenggara semata mengenai suasana antrean yang terjadi di lokasi, tapi tanpa peduli pada kenyamanan pembeli tiket.

Kalau bisa dipermudah, kenapa harus dipersulit?

Benny Chandra (www.bennychandra.com)

Tidak ada komentar: