Sabtu, 13 April 2013

Gas Rumah Kaca Menyebabkan Kenaikan Suhu Makin Tinggi di Cina

Oleh SETH BORENSTEIN | Associated Press

WASHINGTON (AP) — Cina, penghasil karbon dioksida terbesar dunia, langsung merasakan efek pemanasan yang terjadi, kata peneliti dalam riset pertama yang menghubungkan pembakaran bahan bakar fosil dengan kenaikan suhu sehari-hari di sebuah negara.

Cina mengeluarkan lebih banyak gas rumah kaca daripada jumlah gabungan dua negara polutan terbesar lainnya, Amerika Serikat dan India. Emisinya pun terus naik dengan kadar 10 persen per tahun.

Meski penelitian lain sudah menghubungkan rata-rata kenaikan temperatur di Cina dan negara lain dengan gas rumah kaca, penelitian ini adalah yang pertama menghubungkan antara suhu terpanas dan terdingin atau fluktuasinya.

Naik turunnya suhu, yang sering terjadi pada sore atau pagi hari, adalah yang paling memengaruhi kesehatan manusia, tumbuhan, serta hewan, kata ilmuwan. Orang-orang tak menyadari perbedaan rata-rata suhu, tapi akan terasa ketika suhu suatu hari sangat panas atau tak kunjung mendingin pada malam hari agar orang bisa memulihkan diri dari suhu tinggi.

Penelitian yang dilakukan ilmuwan Cina dan Kanada menemukan, karena gas rumah kaca, suhu di siang hari naik 0,9 derajat Celsius dalam 46 tahun terakhir sampai 2007. Pada malam hari, malah lebih parah, karena gas rumah kaca, suhu terendah naik sampai 1,7 derajat Celsius. 

Cina adalah produsen dan konsumen terbesar batu bara, sumber terbesar emisi karbon dioksida yang berasal dari manusia. Meski Cina sudah membuat investasi besar di energi alternatif untuk angin, tenaga matahari, dan nuklir dalam beberapa tahun terakhir, namun ketergantungan negara ini pada batu bara belum akan segera terganti.

Sekitar 90 persen kenaikan suhu yang diamati peneliti bisa ditelusuri ke gas rumah kaca yang dihasilkan manusia, menurut penelitian tersebut. Gas rumah kaca yang dihasilkan manusia termasuk metan dan nitrogen monoksida, tapi karbon dioksidalah yang dianggap sebagai faktor terbesar.

Penelitian ini muncul online di edisi akhir Maret jurnal Geophysical Research Letters.

Penelitian ini menggunakan metode tradisional yang diterima oleh peneliti iklim untuk mencari penyebab terjadinya tren spesifik pada pemanasan global.

Peneliti menjalankan simulasi komputer untuk mereplikasi kenaikan suhu pada siang dan malam hari di Cina antara 1961-2007. Pertamanya, mereka hanya memasukkan variasi faktor alam -- termasuk variasi sinaar matahari -- untuk mendapatkan kenaikan suhu. Namun ternyata bukan itu penyebabnya.

Satu-satunya cara simulasi komputer menemukan kecocokan dengan kenaikan tinggi rendah suhu sehari-hari yang terjadi adalah saat jumlah gas rumah kaca yang memerangkap panas dimasukkan dalam percobaan.

"Kenaikannya lebih tinggi daripada apa yang akan kita dapatkan dari fluktuasi normal iklim," kata peneliti Xuebin Zhang dari divisi penelitian iklim di kantor lingkungan Kanada dalam wawancara telpon. "Ini sangat jelas dan bisa dirunut ke gas rumah kaca."

Cina baru menjadi emiten terbesar gas rumah kaca pada 2007; jadi sebagian besar periode penelitian, Cina adalah negara dengan ekonomi yang lebih kecil. Karena karbon monoksida bertahan di atmosfer selama skeitar 100 tahun, Cina dan pendukungnya mempertahankan pendapat bahwa Amerika Serikat dan banyak negara maju lain memikul tanggung jawab lebih besar dalam menyebabkan perubahan iklim.

Pakar independen menilai penelitian ini menggunakan metode yang tepat dan masuk akal. Penelitian lebih awal tidak secara resmi menyalahkan rekor kenaikan suhu di Amerika Serikat pada gas rumah kaca, tapi mengamati ada kenaikan luar biasa yang berhubungan dengan polusi karbon dioksida.

"Penelitian ini penting karena membuat ilmiah apa yang banyak ilmuwan pikir sebagai insting semata: bahwa kenaikan suhu ekstrem yang selama ini kita rasakan dalam beberapa dekade ini, dan terutama dalam beberapa tahun terakhir, tak bisa dianggap sebagai variasi cuaca," kata peneliti iklim Pennsylvania State University Michael Mann.

Cina dengan cepat tumbuh dari salah satu negara petani pada akhir 1970an menjadi negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia di belakang Amerika Serikat, namun ongkos lingkungan yang harus dibayar jelas terlihat.

Beijing tak lagi didominasi sepeda, tapi mobil, dan langit-langitnya sering tak terlihat karena polusi yang tebal. Banyak orang kini tinggal di tengah kota, mereka membeli AC dan perangkat elektronik lain yang haus energi, mereka juga mengonsumsi lebih banyak energi untuk transportasi dan pemanasan rumah.

Cina sudah menyalip Amerika Serikat sebagai emiten karbon dioksida nomor satu dunia sekitar 6 tahun lalu, dan "jaraknya semakin besar, sangat besar," kata profesor dari Appalachian State University, Gregg Marland, yang membantu mencatat emisi dunia untuk Kementerian Energi AS.

Saat negara-negara maju di seluruh dunia pada 1997 sepakat untuk membatasi emisi gas rumah kaca mereka, negara berkembang termasuk Cina, mendapat perkecualian.

Statistik Kementerian Energi AS mengatakan bahwa Cina mendapat 70 persen energinya dari batubara, dibandingkan dengan 20 persen di Amerika Serikat. Cina juga produsen semen terbesar d dunia, proses yang juga menyebabkan emisi gas rumah kaca.

Tidak ada komentar: