Jumat, 11 Desember 2009

Antara Dukungan dan Realitas


Niat PSSI untuk menjadikan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022 memang perlu didukung. Nothing is impossible. Ungkapan itu bisa jadi dasarnya.

Saya sendiri (apa boleh buat) tetap mendukung. Siapa yang tak mau melihat Indonesia membaik, bukan hanya fasilitas sepakbolanya semata. Sebab Piala Dunia selalu berkonotasi well established. Sekali lagi; bak negara maju!

Penilaian FIFA terhadap kemungkinan sebuah negara menjadi tuan rumah bukan cuma aspek teknik stadion (venue), tapi justru lebih sering didasari pada kualitas kehidupan dasar. Transportasi publik, polusi (udara & suara), akomodasi, fasilitas umum dan keamanan*.

Lalu bagaimana kesiapan PSSI terhadap proses bidding bulan Desember nanti?

Di sinilah pesimistis orang banyak mulai muncul. Realitanya, kita tak pernah tahu apa saja yang sudah disiapkan PSSI sebagai modal layaknya orang akan pergi ke medan laga. Tak usah kita berkaca pada Australia atau Jepang yang juga ikut serta bidding. Mereka jelas berada jauh di atas kita untuk segala urusan sementara ini.

Kita ke Qatar saja. Soal uang, tak usah ditanya karena Qatar penghasil dan pengekspor gas cair (LNG) terbesar di dunia. Tapi bagaimana mereka secara serius mempersiapkan diri untuk mengikuti prosesbidding. Mulai dari urusan cuaca, alkohol (yang dilarang di Qatar) hingga venue.

Sebagai kampanye pun, Qatar sudah melakukannya. Di Doha, ibukotanya, selalu digelar laga-laga internasional. Yang terbaru, Brasil versus Inggris digelar di sana.

Artinya, untuk proses bidding, mereka sudah siap 100 persen.

Sementara PSSI, sejauh yang saya amati, baru bermodalkan dukungan dari masyarakat. Saya tak tahu apakah FIFA akan tergoda oleh PSSI yang tak jelas modal bidding-nya. Padahal bidding adalah tahap awal yang sangat penting. Tahap proposal. Ibarat orang membuat skripsi, ini adalah outline-nya. Setelah disetujui dosen, baru anda bisa menggarap bab demi bab.

Sampai sekarang, saya belum tahu apa isi benak PSSI soal lingkungan, keamanan, transportasi, akomodasi dan tempat latihan. Yang sudah kelihatan diseriusi PSSI barulah soal stadion, itu pun belum mencapai 100 persen. Semoga FIFA nanti sedang berbaik hati dan mencari tantangan baru dengan menunjuk Indonesia. Saya berharap begitu.

Saya tak pernah ragu pada kemampuan Indonesia untuk menyulap fasilitas dengan cepat. Saya yakin waktu 13 tahun adalah lebih dari cukup. Masalahnya adalah ketidakjelasan persiapan PSSI sendiri. Saya jadi bertanya apa arti dukungan bagi PSSI dari banyak orang.

Semoga kita bukan sedang mendukung realitas yang kosong. Semoga ini bukan nafsu besar tenaga kurang. Mungkin saja PSSI sudah menyiapkan kejutan. Siapa tahu?

sumber: sekadarblog.com

Tidak ada komentar: