“Pelaku pasar ini besar-besar, hanya terdiri dari 400 keluarga. Kita ingin ke depan partisipasi masyarakat bisa lebih kuat. Artinya fokus pada kegiatan ekonomi yang tidak mengerucut ke atas,” kata salah satu tim ekonomi Mega-Pro, Iman Sugema di Jakarta, Kamis 11 Juni 2009.
Harus diuapayakan bagaimana rancangan ulang perekonomian nasional ke depan bisa lebih baik lagi. Untuk mewujudkan itu, kata dia, kuncinya penerapan ekonomi kerakyatan. “Karena bicara perubahan tanpa perubahan struktur ekonomi, maka hanya akan berputar dari krisis satu ke krisis berikutnya,” kata dia.
Kondisi ini sekarang dialami Indonesia, dan dampaknya cukup signifikan pada nilai ekspor yang turun sampai 33 persen. Tidak hanya ekspor yang anjlok, modal juga lari ke luar. Di sektor perbankan, dua bank sudah kolaps dan satu bank harus dibailout pemerintah.
“Ini memang tidak separah krisis 10 tahun lalu. Tapi ini mengingatkan kita, setelah krisis yang dulu, ternyata sektor keuangan dan perbankan kita sangat lemah. Kenapa? Karena tidak ada perubahan yang mendasar, sehingga kita sangat rentan,” kata dia.
Ekonomi kerakyatan, adalah sistem yang memungkinkan semua rakyat Indonesia berdaulat di bidang perekonomian. Dengan sistem ekonomi yang baru, pelaku harus menjadi besar dan mengakar yaitu dengan mempercepat pelaku usaha kecil tanpa harus membatasi pertumbuhan para pengusaha besar. Artinya, yang diinginkan mengandung efek yang tidak negatif terhadap perusahaan yang besar. “Pelaku pengusaha kecil coba kita accelarate,” katanya.
Sebagai contoh Indonesia punya 50 juta ha lahan yang sudah dibabat. Kondisi ini bisa direboisasi. Misalnya, 10 ha diberikan ke pengusaha kecil. “Kalau sekarang kan pengusaha besar yang diutamakan, kami tidak. Pelaku lama tidak kami gusur, tapi bagaimana mengubah ekonomi ini basisnya ke rakyat,” kata dia.
Kedua prinsipnya, struktur ekonomi harus berlandaskan keunggulan kompetitif kita. Selama ini yang terjadi, kita terlalu sibuk menggenjot sektor moneter yang tidak nyambung dengan sektor riil. Jadi bagaimana kedepan agar kita ada basis yang lebih kuat atas keunggulan kompetitif kit, yaitu dalam agroindustri. “Pnelitian di IPB sudah cukup banyak, bagaimana pertanian yang kecil itu lebih efisien dibanding yang skala besar,” katanya.
Iman juga mempertanyakan soal angka kemiskinan pada kurun waktu 2005-2008 yang hanya berkurang 140 ribu jiwa, yaitu dari 35,1 juta menjadi 34,95 juta. Padahal pemerintah punya dana cukup besar, seperti PNPM dan BLT.
“Artinya program kemiskinan yang sekarang itu teralu boros. Coba dana Rp 70 triliun dibagi 140 ribu orang. Ini tidak efektif dalam pengentasan kemiskinan. Dulu tahun 2004, berkurang 2,2 juta orang hanya dengan anggaran Rp 14 triliun per tahun,” kata dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar