© UNICEF/2009/Harimawan |
Para pemenang mendapatkan hadiah mereka dari Perwakilan UNICEF dan sponsor. |
Sebuah mimpi memberi ide pada seorang penulis muda untuk cerita pendeknya, sementara penolakan yang dingin menginspirasikan penulis muda lainnya untuk menulis esei yang mengharukan.
Pemenang Penulis Muda Indonesia tahun ini, Gabriella Tatia, 15, dan Sri Andiani, 14, mengenang cerita di belakang karya tulis mereka pada acara penyerahan penghargaan baru-baru ini.
Tatia, penerima penghargaan pada kategori SMA, mengatakan dia hampir menyerah karena tak mampu mendapatkan ide tulisan untuk kompetisi tersebut, sampai ketika mimpinya menginspirasikannya untuk menulis tentang seorang calon anggota legislative yang matanya terbuka ketika mengunjungi desa konstituensinya.
“Waktu itu sudah tiga hari sebelum batas pengirimam karya tulis, sebelumnya saya sudah punya beberapa ide, tapi belum ada yang pas sampai mimpi tersebut,” kata Tatia, pelajar SMA Santa Maria 1 di Cirebon, dalam diskusi yang di adakan di acara penyerahan penghargaan tersebut.
Bagi Sri Andiani, yang menerima penghargaan untuk kategori SMP, pengalaman hidup telah menginspirasikan dia untuk menulis esei tentang sulitnya mendapatkan sekolah yang tepat untuk anak dengan kebutuhan khusus.
Sri tunarunggu sejak lahir dan telah memakai alat bantu dengar yang ditanamkan di telinga sejak ia berumur 3 tahun. Sri menceritakan tentang tantangan yang dihadapi orang tuanya ketika mereka mendaftarkan ia di sekolah umum.
Karena ia sudah bisa mendengar dan berbicara dengan bantuan alat dan dengan pelatihan khusus, bersekolah di Sekolah Luar Biasa, di mana ia harus menggunakan bahasa isyarat, bisa mengurangi kemampuannya.
“Bahkan ada satu sekolah umum yang bilang ke ke mama saya kalau mereka menerima saya nanti nama sekolah mereka jadi jelek,” katanya dalam acara diskusi tersebut.
Kompetisi ini diselenggarakan oleh UNICEF dan YKAI dengan dukungan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan disponsori oleh Bank CIMB Niaga, Space Toon TV, TV Edukasi, Soho Group and PT Kedaung Indonesia beserta Hotel Le Meridien.
Sekitar 1,500 siswa mengirimkan karya tulis mereka, dan untuk pertama kalinya sejak penghargaan ini diberikan enam tahun yang lalu, seluruh provinsi di Indonesia terwakili.
Pemenang mendapatkan sertifikat yang ditanda-tangani Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, UNICEF dan YKAI; tabungan dari Bank CIMB Niaga; dan sebuah paket dari Space Toon, Soho Group dan PT Kedaung Indonesia. Karya tulis dari 18 orang finalis lainnya akan dipublikasikan dalam sebuah buku.
Dalam pidato pembukaannya, Ketua Umum YKAI Prof. Lily Rilantoro memberi selamat pada kedua pemenang dan mengajak anak-anak dan remaja lainnya untuk menuangkan pikiran mereka dalam tulisan.
“Menulis memperkaya khazanah berpikir, dan memperkaya wacana penyelesaian masalah,” katanya dalam acara penyerahan yang diselenggarakan di Hotel Le Meridien.
Karena tahun ini bangsa Indonesia memilih Presiden dan wakil mereka di Parlement, para kontestan diharuskan menulis dengan tema Anak-anak dan Pemimpin Bangsa.
Wakil UNICEF di Indonesia Angela Kearney mengatakan keputusan yang dibuat oleh pemimpin bangsa mempengaruhi kehidupan anak-anak dan pemuda saat ini, serta membentuk dunia mereka di masa depan.
“Ide orisinil penulis-penulis muda ini menginspirasikan kita dalam hal yang positif. Kita harus mendengar suara mereka diantara keluarga, di sekolah dan di masyarakat,” katanya dalam acara tersebut.
Menurut Tatia, cerpennya yang berjudul “Siluet” adalah sebuah “bayang-bayang”. Karakter utama di cerita tersebut, Panji Anggara memutuskan untuk tinggal di sebuah desa ketika ia sedang berkampanye di situ. Ketika tinggal di sana selama seminggu, it merasa tersentuh oleh kemiskinan di desa tersebut, maupun kebersamaan warganya. Perjalanan ini menjadi landasan moralnya ketika ia kemudian terpilih menjadi wakil rakyat di masa depan.
“Tak ia pungkiri terkadang cobaan datang untuk membuat kecurangan dalam pemerintahan, namun ia selalu sadar bahwa yang ia lakukan akan menentukan nasib rakyat.
Dalam karya tulis Sri, ia mengatakan anak-anak dengan kebutuhan khusus seperti tunarunggu harusnya dapat bersekolah di sekolah umum supaya mereka bisa berintegrasi dengan teman-teman lainnya.
“Saat ini ada pemisahan antara anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus dan mereka yang tidak kebutuhan khusus,” katanya dalam diskusi.
“Kalau kami diberi kesempatan dan fasilitas, kamipun bisa berpretasi seperti teman-teman yang tak punya kebutuhan khusus,” tambahnya.
Sri, pelajar SMP Alam Insan Mulia di Surabaya, telah meraih banyak prestasi baik akademik maupun ekstra kurikuler di sekolahnya sejak di bangku SD.
© UNICEF/2009/Harimawan |
Pemenang lomba berbicara dengan anggota dpr Nurul Arifin tentang hak-hak anak. |
Hadir juga dalam acara penyerahan penghargaan ini anggota DPR Nurul Arifin, dan Asisten Wakil Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Sri Pardina Pudiastuti.
Dalam acara diskusi, Nurul menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan kedua pemenang maupun moderatornya, pemenang Penulis Muda tahun 2008 Alfinda Agyputri.
Pertanyaannya mulai dari apa yang dilakukan DPR untuk memperbaiki kesejahteraan anak-anak Indonesia, seperti apa kegiatan sehari-sehari seorang anggota DPR, hingga apakah mempunyai kemampuan menulis penting untuk seorang politisi.
Menjawab pertanyaan terakhir, Nurul mengatakan: “Seorang anggota parlemen dituntut untuk memiliki kemampuan berbicara karena ruang sidang adalah tempat ia melempar gagasannya.”
“Tapi, akan lebih baik jika ia bisa menulis untuk mendokumenkan gagasan dan pengalamannya,” tambahnya.
Acara ini diakhiri dengan pertunjukan meriah dari kelompok pemusik yang tergabung dalam Rumah Singgah Anak-anak YKAI, serta pembacaan puisi oleh anggota Komunitas Remaja Pena Anak Kreatif, sebuah organisasi yang didirikan oleh finalis penghargaan ini di tahun 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar