Minggu, 22 April 2012

Ada Perpustakaan di Balik Jakarta

Ini bukan udang. Hanya memang, banyak perpustakaan dan tempat membaca buku yang sembunyi di balik kerasnya batu Jakarta.

Sembunyi ini bisa dilihat dari dua sisi, aktif dan pasif. Apakah karena sebuah perpustakaan membutuhkan ketenangan sehingga lebih memilih bersembunyi dari hiruk-pikuk kota, saya tidak yakin. Atau mungkin saja warga Jakarta memang tidak tertarik dengannya? Yang terakhir saya rasa lebih tepat.

Seorang teman dari Perancis bercerita bahwa di negaranya dia selalu pergi ke museum setidaknya sekali minggu, saking tak henti-hentinya ada pameran. Di Jepang, bangunan-bangunan publik yang bersifat edukatif seperti museum dan galeri malah jadi tempat jalan-jalannya keluarga, tutur bos saya yang pernah beberapa kali mampir.

Tapi di kota kita, itu pilihan kesekian. Manekin-manekin dengan berbagai setelan tren masa kini yang tersebar di kios-kios mall lebih bisa menghibur hati ketimbang patung-patung logam tak berbaju warisan masa lalu. Apalagi jika dibandingkan dengan buku-buku yang untuk dapat menikmatinya secara utuh butuh kesabaran.

Maka sebagai sebuah usaha kecil untuk mengubah masa depan paragraf di atas, saya lalu mengumpulkan data dan foto perpustakaan umum serta tempat membaca yang tersebar di Jakarta. Jadilah saya seperti mencari oase di padang gurun, dibonceng ojek langganan yang menjadi pilihan kompromistis antara biaya dan waktu tempuh.

Saya rasa saya tidak berlebihan. Perjalanan antara satu perpustakaan dan perpustakaan lain memang sangat melelahkan, mengingat dekat jauh di Jakarta bukan hanya soal jarak tapi juga kemacetan.

Belum lagi informasi simpang siur yang tersebar di dunia maya. Saya membuang waktu satu jam di Perpustakaan Nasional akibat melihat informasi di website resminya yang menyebutkan bahwa jam layanan dibuka dari jam delapan pagi, yang ternyata tidak sinkron dengan layanan pendaftaran anggota baru yang buka jam sembilan.

Dua kali cinta saya bertepuk sebelah tangan. Pertama dari Pak Satpam di Utan Kayu yang agak bingung melihat kedatangan saya dan berkata, “Perpustakaan Utan Kayu sudah tutup, Pak!” Kedua dari seorang pramusaji Di Comic Cafe, Tebet Utara Dalam, yang memberi tahu bahwa perpustakaannya sedang direnovasi.

Namun, cukup di situ keluh kesah saya. Justru satu hal yang saya pelajari selama jalansutra ini adalah jangan menilai Jakarta hanya dari sampulnya. Ternyata tidak sedikit juga perpustakaan dan tempat membaca yang sangat baik dan menyenangkan di Jakarta.

Tentu masih banyak tempat-tempat serupa yang tersembunyi di sudut-sudut kota. Oleh karena itu, saya ingin mengajak pembaca untuk mengumpulkan foto-foto tempat menarik yang berkaitan dengan buku, baik itu tempat membaca, meminjam, menyewa, atau menjual-beli buku baru dan bekas yang menarik. Kirimkan ke kotakita@yahoo-inc.com, cantumkan keterangan dan alamat jelas tempat tersebut. Akan seru apabila nantinya kita bisa membuat peta buku Jakarta.
Walaupun Jakarta tidak merayakan hari ini dengan gempita, tidak ada salahnya mengadakan selebrasi kecil dengan berkunjung ke perpustakaan. Jika tidak sempat, bacalah buku yang sudah anda beli tapi belum tersentuh. Karena cara yang paling tepat untuk merayakan hari ini adalah dengan membaca.

Jelajahi perpustakaan itu melalui galeri ini: Perpustakaan Tersembunyi Jakarta.
Selamat Hari Buku Dunia.

Tidak ada komentar: